TUBUH HALUS: NAFSU.
TUBUH KASAR: JASAD.
KEPALA: Tempat Nafsu MALAP tiada terang hanya disinari Zulmat yang menjadi FIKIRAN NAFSU.
DADA: Tempat NAFSU HINA diri kerana kuat KEHENDAK DUNIA yang menjadi SERKAH yang SOMBONG.
PUSAT: Tempat NAFSU, MALAS dan tiada mahu akan kenaikan hanya HAWA NAFSU yang CINTA akan DUNIA.
KAKI: Tempat NAFSU amat gemar DALIH, tiada tetap Dirinya hanya mengejar akan BAYANGAN DUNIA.
Adalah TUBUH MANUSIA itu PENATA AKAN NAFSU: PENATA NAFSU.
TUBUH MANUSIA: TUBUH NAFSU atau TUBUH JAHIL AKAN TUHAN-NYA, satu KEJADIAN yang HINA:
"Demi masa, sesungguhnya MANUSIA didalam Keberadaannya sentiasa didalam KERUGIAN."
Friday, 17 February 2012
Monday, 13 February 2012
KITAB BATARA GURU/ Petikan Manuskrip Ajaran Batak
Kitab ini berisi seluruh rahasia alam tentang terjadinya bumi dan manusia beserta kodrat kehidupan dan kebijakan manusia yang tercermin pada Batara Guru yang mempunyai lambang hitam.
: " Wahai engkau Batara Guru engkaulah tempat bertanya, pengambilan hukum, keterangan, ramalan dari yang paling atas, dari Bukit Siunggas ke Bukit Parsambilan, dari embun yang tujuh-lapis, dari langit ke-tujuh, dari lembah Sitandiang menuju pohon Pakis yang tiga, dari hutan Pungu ke hutan tempat keramat dari Gua Sibada-Bada, dari pohon kayu Simanualang, dari ujung dahan, dari ujung bumi, dari batu Garagajulu itulah tempat penyucianmu, dari rotan terbalik, dari tikar bambu duri, dari simpangan empat, dari rotan terbalik ke bintang yang bercabang ke Batu Sigiling-giling, dari pohon Kayu Junjung Buhit, dari pohon Hariara yang tumbuh di langit itulah jalanmu ke Benua Atas dan Benua Tengah. Jika kau turun ke Benua Tengah mengambil dan mengantar keperluan manusia maka lakukan dari Batu Siukkap-Ukkapon ke batu yang dilangkahi yang datar tapak gadingnya. Itulah jalanmu mengambil dan mengantar kepada manusia, sebab engkaulah yang mempunya Telungkup, punya perahu besar berikat kepala kain yang diputar, punya Gajak Hitam, punya Burung Manggarjati (raja burung yang dapat berbicara). Dibukit Taman Aren, dibawah taman Sirih, jika suatu hari nanti manusia datang kepadamu berikanlah mereka kehidupan sebab engkaulah yang membuka pendengaran manusia, mengetahui kata-kata yang salah dan benar, juga membuka telinga manusia yang punya baju hitam dan kuda hitam".
Adapun isi dari Kitab Batara Guru adalah :
: " Wahai engkau Batara Guru engkaulah tempat bertanya, pengambilan hukum, keterangan, ramalan dari yang paling atas, dari Bukit Siunggas ke Bukit Parsambilan, dari embun yang tujuh-lapis, dari langit ke-tujuh, dari lembah Sitandiang menuju pohon Pakis yang tiga, dari hutan Pungu ke hutan tempat keramat dari Gua Sibada-Bada, dari pohon kayu Simanualang, dari ujung dahan, dari ujung bumi, dari batu Garagajulu itulah tempat penyucianmu, dari rotan terbalik, dari tikar bambu duri, dari simpangan empat, dari rotan terbalik ke bintang yang bercabang ke Batu Sigiling-giling, dari pohon Kayu Junjung Buhit, dari pohon Hariara yang tumbuh di langit itulah jalanmu ke Benua Atas dan Benua Tengah. Jika kau turun ke Benua Tengah mengambil dan mengantar keperluan manusia maka lakukan dari Batu Siukkap-Ukkapon ke batu yang dilangkahi yang datar tapak gadingnya. Itulah jalanmu mengambil dan mengantar kepada manusia, sebab engkaulah yang mempunya Telungkup, punya perahu besar berikat kepala kain yang diputar, punya Gajak Hitam, punya Burung Manggarjati (raja burung yang dapat berbicara). Dibukit Taman Aren, dibawah taman Sirih, jika suatu hari nanti manusia datang kepadamu berikanlah mereka kehidupan sebab engkaulah yang membuka pendengaran manusia, mengetahui kata-kata yang salah dan benar, juga membuka telinga manusia yang punya baju hitam dan kuda hitam".
Adapun isi dari Kitab Batara Guru adalah :
Pada awal permulaan zaman dahulu kala, tersebut nama Tuan Buki Nabolon, Raja Pinang Habo yang tidak pernah mati,tidak pernah tua, tidak laki-laki dan tidak perempuan bersandar dikayu Sikkam Mabarbar di Benua Holing. Pada saat itu Kayu Sikkam Mabarbar berulat, kemudian ulat tersebut jatuh ke dalam laut, dan menjadi asal mulanya ikan beserta segala yang hidup didalam air. Seiring dengan waktu yang tidak diketahui kayu tersebut berulat lagi lalu ulatnya jatuh ke daratan dan menjadi asal mulanya jangkrik, lipan, hala, dll.
Kejadian tersebut terulang kembali, ulat dari Kayu Sikkam Mabarbar jatuh ke hutan belantara dan menjadi awal mulanya harimau, singa, gajah, babi hutan, dll. Seterusnya ulat tadi jatuh ke tanah datar merupakan awal mula dari kerbau, kuda, lembu, kambing, dll.
Akhirnya ulat kayu tersebut jatuh dari langit menjadi tiga ekor burung besar dan mempunyai nama Manuk Patia Raja yang sangat besar, Manuk Hulambu Jati dan Manuk Mandoang-doang. Kemudian Ompunta Raja Mulajadi Nabolon bersabda kepada Siboru Deak Parujar beserta anaknya tentang ke tiga ayam tadi :
Kejadian tersebut terulang kembali, ulat dari Kayu Sikkam Mabarbar jatuh ke hutan belantara dan menjadi awal mulanya harimau, singa, gajah, babi hutan, dll. Seterusnya ulat tadi jatuh ke tanah datar merupakan awal mula dari kerbau, kuda, lembu, kambing, dll.
Akhirnya ulat kayu tersebut jatuh dari langit menjadi tiga ekor burung besar dan mempunyai nama Manuk Patia Raja yang sangat besar, Manuk Hulambu Jati dan Manuk Mandoang-doang. Kemudian Ompunta Raja Mulajadi Nabolon bersabda kepada Siboru Deak Parujar beserta anaknya tentang ke tiga ayam tadi :
- " Apabila suatu hari nanti dari keturunanmu melihat paruhnya maka segera buat sebuah persembahan berupa Babi Simeneng-Eneng agar segala tanaman yang kamu tanam membuahkan hasil.
- Apabila dia menampakkkan perutnya, maka segera buat sebuah persembahan berupa ayam putih agar tidak terjadi mara bahaya.
- Apabila dia menampakkan kupingnya, maka segera buat sebuah persembahan berupa kambing putih agar tidak terjadi wabah penyakit.
- Apabila dia menampakkan jenggernya, maka segera buat persembahan berupa kuda merah agar tidak terjadi kelaparan.
- Apabila dia menampakkan ekornya, maka segera buat persembahan berupa kerbau agar tidak sampai niat jahat dari kekuatan roh dan manusia.
- Apabila dia menampakkan bulunya, maka segera buat persembahan berupa lembu agar tidak terjadi kegelapan.
- Apabila dia menampakkan badannya, maka segera buat persembahan berupa kerbau yang mempunyai empat pusaran agar manusia sehat dan mempunyai rejeki melimpah."
Maka pada akhirnya dari pernyataan diatas, ketentuan tersebut akan menjadi rutinitas manusia kepada penghuni Benua Atas.
2. KODRAT MANUSIA
Hati Siboru Deakparujar gundah gulana lalu minta tolong kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan: " Ambillah tongkat tudutudu tualang nabolon, tusukkan ke dekat pintalan benangmu, lalu tarik dengan hati-hati." Lalu Siboru Deakparujar melaksanakan pesan tersebut, nyatanya pintalan benang itu semakin dalam terbenam. Walaupun demikian ujung benang masih melekat pada alat pemintalannya. Akhirnya pintalan benang tersebut Jatuh dan menarik Siboru Deakparujar sehingga melayang-layang di Benua Tengah di atas air. Siboru Deakparujar bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang terjadi. Lalu ia berdiri diatas tanggul , sambil memanggil : " Leangleangmandi Untunguntung Nabolon sahutilah aku dahulu, karena aku tidak tahu semuanya ini. Lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menyuruh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon menjumpai Siboru Deakparujar. " Apa yang hendak engkau katakan padaku? " kata Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon. Kemudian Siboru Deakparujar menjawab: " Tanah yang kutempah itu rubuh, aku tidak tahu mengapa demikian. Kini kuharapkan kemurahan hatimu untuk meminta sekepal tanah kepada Ompunta Mula Jadi Nabolon agar kembali sedia kala." Kemudian Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon kembali ke Benua Atas menyampaikan permintaan Siboru Deakparujar kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Sekepal tanah yang diminta tersebut dikabulkan kemudian di bawa oleh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon selanjutnya diberikan kepada Siboru Deakparujar, lalu ia mengulangi kembali tempahannya dan tanah tempahan tersebut kembali seperti sedia kala.
Kemudian Raja Padoha berkata : Mengapa engkau tinggal disini, Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon sudah mundar-mandir menjemputmu untuk kembali ke Benua Ginjang supaya engkau dijodohkan dengan Siraja Odapodap." Kemudian Siboru Deakparujar menjadi marah dan berkata : " Riaspun diatas, batangnya di bawah, dipaksapun keatas dicampakkan ke bawah, bagaimanapun saya tidak akan mau dijodohkan dengan Siraja Odapodap. Pekerjaan inilah yang paling penting bagiku." Lalu Siboru Deakparujar memanggil Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon, meminta sirih kepada saudaranya Nan Bauraja dan Narudung Ulubegu masing-masing satu lembar. Lalu Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon pergi menjemput sirih tersebut kemudian memberikannya kepada Siboru Deakparujar. Selanjutnya sirih tersebut dimakan oleh Siboru Deakparujar kemudian ia menjadi cantik jelita. Lalu di semburkannya sirih tersebut ke pundak Raja Padoha. Semburan air sirih tersebut tepat ke pundak Raja Padoha. Melihat bibir yang merah serta kilauan gigi Siboru Deakparujar ,Raja Padoha bertanya:" apa gerangan itu tolong berikan padaku." Siboru Deakparujar lalu menyahut :" Itu adalah minyak wangi memperbaiki jantung, membuat hati sehat dan segar bernafas. Salah satu kelebihan dari putri raja yang menjadi pertanda kesopanan dan prilaku adat." "Jika demikian maksudnya, harap diberikan juga, agar dapat bersikap sopan santun dan berprilaku adat istiadat" kata Raja Padoha.
"Jika engkau menginginkan itu, satu syarat harus dipenuhi yaitu apa yang saya katakan harus engkau penuhi. Syarat itu adalah bahwa engkau harus kupasung lebih dahulu, agar dapat kuberikan padamu. Jika engkau mengharapkan yang lebih baik untuk diberikan, engkau harus dipasung mulai dari kaki, pinggang sampai dengan tanganmu."
Sejak tanah yang ditempah oleh Siboru Deakparujar tidak rubuh lagi, hanya terban saja yang terjadi sehingga membuat jurang dalam, tebing curam, lembah-lembah, gunung-gunung yang berbukit-bukit. Setelah tanah tersebut selesai ditempah oleh Siboru Deakparujar dengan dataran rendah yang luas namun masih telanjang. Belum ada tumbuhan dan lain-lainnya, maka Siboru Deakparujar memohon kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " O … Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, selesai sudah tanah itu saya tempa, tetapi tidak tertahankan dinginnya karena tidak ada tempat untuk pemukiman. Karena itu tolonglah minta dahulu kepada Mulajadi Nabolon, tumbuh-tumbuhan pada tanah itu." kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permintaan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menugasi Batara Guru untuk membuat segala jenis benih dari tumbuh-tumbuhan, segala yang terbang dan semua kehidupan bergerak di dalam satu karung. Karung itu ditutup oleh Batara Guru lalu berkata kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " Nah bawalah ini kepada Siboru Deakparujar, dan katakanlah padanya bukalah karung ini, tetapi lebih dahulu kembangkan tikar disekitarnya dan kamu tidak boleh takut melihat apa saja yang keluar dari dalam karung ini”. Pada suatu hari Siboru Deakparujar berjalan-jalan di atas sisi tanah sambil memandang di sekitarnya melihat keindahan segala sesuatu yang tumbuh. Kemudian terlihat bekas tapak kaki yang serupa dengan tapak kakinya. Lalu ia merenung dan berpikir dalam hatinya : “ siapa gerangan orang yang berlalu dari sini tanpa sepengetahuanku”. Tidak ada seorangpun tempat untuk bertanya kemudian dia hanya diam saja. Melihat bekas tapak kaki tersebut, Siboru Deakparujar berharap agar suatu saat dapat melihat orang yang meninggalkan bekas jejak tapak kaki tersebut. Namun tanpa disangka mereka bertemu, lalu Siraja Odapodap menyapa tunangannya tersebut : “ Rupanya engkau berada disini. Engkau telah lama ditakdirkan menjadi jodohku”. Siboru Deakparujar lalu menyahut :” tidak, jika ada yang cocok, bukan engkau orangnya ". " Tujuh tahun sebenarnya sudah cukup lama dan membosankan, lebih dari itu sepuluh tahun sudah aku nanti," ujar Siraja Odapodap. Siboru Deakparujar menjadi masgul, karena ia lebih cantik dari Siraja Odapodap, lalu ia bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “ Bawalah aku ke Benua Atas, karena aku telah rindu kepada ayahku Batara Guru”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon lalu menjawab : " aha... aku tidak boleh membawamu ke Benua Atas sebelum bertanya kepada Ompunta Mulajadi Nabolon". namun permohonan tersebut tetap disampaikan, Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berseru kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Selama Aku memanggilnya untuk kembali ke Benua Atas, hatinya tetap ingin tinggal di Benua Tengah, maka Biarlah dia tetap di Benua Tengah. Apabila engkau membawanya, engkau akan kena hukuman dariKu”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan pesan tersebut kepada Siboru Deakparujar, dia termenung sambil berpikir, rupanya hal ini sudah menjadi nasibku. Siraja Odapodap kemudian berkata : " jangan engkau bersedih bahwa apa yang telah di takdirkan saatnya pasti akan datang, karena apabila sudah jodoh tidak dapat dielakkan". Kemudian Siboru Deakparujar lalu menangis dan bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon supaya menyampaikan pesan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon agar merestui perkawinannya dengan Siraja Odapodap, karena takdir tak dapat terelakkan. Konon Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : " Biarkanlah ia memberkati dirinya sendiri, bukan karena perintahku maka ia mau, tetapi karena tidak ada jalan lain lagi maka ia berkata demikian. Walaupun begitu bukan berarti bahwa mereka tidak berkembang dengan baik dan sejahtera, akan tetapi ia akan tetap kena hukuman akibat perbuatannya selama ini”. Siboru Deakparujar kemudian bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “Jika harus dihukum juga, aku tetap mengelak tidak mau kawin dengan Siraja Odapodap, akan tetapi apabila Ompunta Mulajadi Nabolon memberitahukan apa bentuk hukuman tersebut, maka aku akan mengambil sikap dan keputusan untuk mengiyakan". kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permohonan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, maka Ompunta Mulajadi Nabolon berkata: " Engkau akan bersusah payah, dan engkau akan berkeringat untuk mencari makanmu ". Setelah mereka sudah menjadi suami istri di Benua Tengah dan tibalah saatnya Siboru Deakparujar pun hamil, lalu meminta tawar perselisihan dan berkat tuah yang agung serta tawar mulajadi . Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kemudian memberikan kepada Siboru Deakparujar dan diselipkan pada kain dan sanggulnya. Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berkata kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Katakanlah kepada Siboru Deakparujar, apabila kandungannya sudah lahir itu akan menjadi sanggul-sanggul untuk tanah yang ditempanya ". Mengetahui hal tersebut Siboru Deakparujar berdiam diri karena malunya. Berselang beberapa hari, Siboru Deakparujar melahirkan kandungannya, namun bentuknya seperti bulatan, tidak berkaki, tidak bertangan dan tidak berkepala. Maka ia menjadi bingung karenanya. Pada suatu hari Siboru Deakparujar hamil kembali, kemudian lahirlah anak yang kembar satu laki-laki dan satu perempuan. Nama anak laki-laki Siraja Ihat Manisia atau tuan Mulana dan menjadi permulaan manusia laki-laki. Nama anak perempuan Siboru Ihat Manisia itulah asal-usul ibu manusia. Setelah anak yang dua itu besar, Siboru Deakparujar memesankan kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon, agar keluarganya dari Benua Atas datang untuk bergembira serta merestui anaknya yang dua itu. Kemudian datanglah Ompunta Mulajadi Nabolon, Debata Sori, Debata Asiasi, turun dari Benua Atas, langit dari parlangitan, melalui benang urutan Siboru Deakparujar.
Pada awalnya, permulaan manusia berasal dari ayam (Manuk Hulambu Jati) yang bertelur tiga butir. Setelah dieram selama satu tahun belum juga menetas. Kemudian tanah di Benua Atas bergetar dan terdengar suara bergema memanggil mereka agar dapat menetas/keluar dari dalam telur tersebut.
Manuk Hulambu Jati (Debata Asi-asi) dengan suara bergema tersebut berkata : “Kalian bertiga akan Aku keluarkan tetapi apa yang Aku ucapkan saat mengeluarkan kalian semuanya akan terjadi”. Maka mereka yang ada didalam telur tersebut(Debata Natolu) menjawab: " kami setuju asal kami bisa keluar ". Kemudian Debata Asi-asi melakukan langkah-langkah mengeluarkan mereka yaitu : Debata Asi-asi menyentuh bagian daerah kepala sambil berkata : "setiap manusia nantinya, akan ada yang kematian Suami, Istri dan Anak.
Debata Asi-asi menyentuh bagian mata sambil berkata : “Setiap manusia akan menangis ".Debata Asi-asi menyentuh bagian telinga sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang tuli".Debata Asi-asi menyentuh bagian mulut sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang sumbing dan ompong". Debata Asi-asi menyentuh bagian pipi sambil berkata : “setiap manusia akan merasa gatal".Debata Asi-asi menyentuh bagian leher sambil berkata : “akan ada manusia menderita penyakit gondok". Debata asi-asi menyentuh bagian bahu sambil berkata : “manusia kelak bersusah payah mencari hidupnya".Debata Asi-asi menyentuh bagian dada sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang lumpuh".Debata Asi-asi menyentuh bagian punggung sambil berkata : “akan ada menusia kelak yang bungkuk".Debata Asi-asi menyentuh bagian tangan sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang menderita penyakit".Debata Asi-asi menyentuh bagian kaki sambil berkata : “keluarlah, keluar dan keluar bagaikan bintang di langit dan pasir di tepi laut, demikianlah banyaknya keturunanmu". Selanjutnya keluarlah tiga manusia laki-laki dari telur tersebut.
Demikian juga halnya pada saat Manuk Hulambu Jati mengeram tiga potong bambu hingga keluarlah tiga orang wanita dari bambu tersebut, yaitu Siboru Porti Bulan, Boru Malimbin Dabini dan Siboru Anggasana. Debata Asi-asi berkata: “Kelak kamu akan susah payah untuk melahirkan anakmu tapi ingatlah Aku akan hadir pada setiap wanita yang melahirkan”.
3. SURATAN MANUSIA
Raja Mulajadi Nabolon duduk di singgasana Benua Atas bersandar di Kayu Sikkam Mabarbar (Kayu Hariara) dan akarnya berjumlah dua puluh enam pada bumi di Batu Manggar Jadi, dahannya ada delapan, rantingnya tiga puluh dan mempunyai buah dua belas. Ke delapan dahannya persis mengikuti arah mata angin antara lain :
Dahan ke arah Timur berupa Mas
Dahan ke arah Tenggara berupa Suasa
Dahan ke arah Selatan berupa Perak
Dahan ke arah Barat Daya berupa Batu
Dahan ke arah Barat berupa Tima
Dahan ke arah Barat Laut berupa Tembaga
Dahan ke arah Utara berupa Besi
Dahan ke arah Timur Laut berupa Kayu
Suratan kehidupan manusia dituliskan di dalam pohon kayu tersebut, antara lain :
Suratan manusia sebagai raja besar yang tak kurang suatu apapun tertulis di sebelah Timur.
Suratan manusia sebagai raja biasa tertulis di sebelah Tenggara.
Suratan manusia menjadi orang yang sangat kaya, tertulis di sebelah Selatan.
Suratan manusia menjadi orang kaya biasa tertulis di sebelah Barat Daya.
Suratan manusia menjadi seorang dukun tertulis di sebelah Barat.
Suratan manusia menjadi rumah tangga yang harmonis tertulis di sebelah Barat Laut.
Suratan manusia yang mempunyai banyak suami dan banyak istri tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia menjadi orang miskin tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia para pembantu tertulis di sebelah Timur Laut.
Suratan manusia yang berumur panjang tertulis di Akar.
Manusia yang berumur pendek tertulis di Dahan.
Manusia yang baru punya anak kemudian meninggal tertulis di Kayu.
Manusia yang meninggal saat muda tertulis di Ranting.
Manusia yang meninggal saat remaja tertulis di Pucuk.
Manusia yang meninggal saat belajar remaja tertulis di Daun.
Manusia yang meninggal saat anak-anak tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berjalan tertulis pada Tangkai Daun.
Manusia yang meninggal saat belajar melangkah tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berdiri tertulis pada Daun yang hendak lepas.
Manusia yang meninggal saat sudah bisa duduk tertulis pada Tangkai daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat merangkak tertulis pada ujung Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar merangkak tertulis pada Daun yang hendak jatuh.
Manusia yang meninggal saat bisa berbicara tertulis pada Daun yang sudah busuk.
Manusia yang meninggal dari kandungan tertulis pada Daun yang sudah jatuh.
Manusia yang di masuki roh tertulis pada Dahan yang bercabang.
Perempuan yang dapat mengobati tertulis pada Ranting yang sudah tua.
Manusia yang sakti tertulis pada Buah yang bagus.
Manusia penakut dan orang bodoh tertulis pada Buah yang tidak bagus.
Manusia pencuri tertulis pada buah yang hendak jatuh.
Demikianlah suratan tangan hidup manusia, pada dasarnya setiap manusia yang lahir ke dunia ini tidak mengetahui kelak apa yang akan di alami.
D. Naga Padoha Ni Aji
.
Pada suatu hari Manuk-manuk Hulambujati bertelur tiga butir. Hatinya tertegun dan heran, karena telurnya lebih besar dari dirinya. Melihat telur tersebut tidak bisa di erami, kemudian Manuk-manuk Hulambujati menjumpai Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon dan menitipkan pesan, Dia berkata : " E ….. Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, harap murah hatimu menyampaikan dahulu pesan ku ini kepada Ompunta Maulajadi Nabolon, Aku tidak tahu bagaimana akan kuperbuat perihal telurku yang tiga ini, kuperam tidak cukup dengan buluku "! Akhirnya Leangleangmandi menyampaikan pesan itu kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Ia berkata : " Ya Ompung, bagaikan beras yang tidak bercampur dengan antah, yang tidak lupa di pesan yaitu pesan dari Manukmanuk Hulambujati, apa seharusnya dilakukan pada ketiga telurnya itu ?" Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan : " Katakanlah agar telur itu tetap diperami. Aku yang lebih tahu akan hal itu, bawalah dua belas butir beras ini, butiran beras ini harus dimakan setiap bulan. Jika terasa gatal pada paruhnya, patukkan kepada telur itu. " Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Manuk-Manuk Hulambu Jati segera melaksanakan pesan dari Ompunta Mula Jadi Nabolon. Setelah tiba saatnya paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal lalu dipatukkannya kepada tiga butir telur tersebut. Telur itupun berputar dan kemudian keluar dari setiap telur tersebut menyerupai manusia laki-laki. Dari telur pertama keluar Batara Guru Doli, Batara Guru Panungkunan, Batara Guru Pandapotan, yang menjadi kebijakan dari segala kerajaan, memegang timbangan kepada seluruh yang dijadikan, permulaan gantang terajunan, timbangan yang adil, bajak pembelah tali, keatas tiada dapat terungkit, kebawah tak dapat oleng dan kesamping tidak akan miring.Dari telur ketiga, keluar Debata Bala Bulan, Balabulan Matabun, Balabulan Nambun yang rubun dipuncaknya. Datu Paratalatal, Datu Parusulusul, mengendarai kuda sembarani, pisau bermata dua, bertombak dua ujung, permulaan kuasa perdukunan kepada manusia. Dari telur ketiga itu juga keluar Raja Padoha, Naga Padoha Niaji, bertanduk tujuh, berkuasa di bawah tanah, asal mula dari gempa. Debata Bataraguru, Debata Sorisohaliapan, Debata Balabulan, itulah Debata Natolu, yang tiga Pendirian, tiga kuasa. Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan kembali pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Pesan tersebut kembali dilaksanakan. Setelah habis ke sebelas butir beras itu dimakan, paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal, kemudian dipatuknya ketiga bambu tersebut sehingga pecah lalu keluarlah dari tiap buku bambu itu tiga wanita, yang pertama bernama, Siboru Porti Bulan, kedua Siboru Malimbin Dabini, ketiga Siboru Anggarana.
Manuk Hulambu Jati (Debata Asi-asi) dengan suara bergema tersebut berkata : “Kalian bertiga akan Aku keluarkan tetapi apa yang Aku ucapkan saat mengeluarkan kalian semuanya akan terjadi”. Maka mereka yang ada didalam telur tersebut(Debata Natolu) menjawab: " kami setuju asal kami bisa keluar ". Kemudian Debata Asi-asi melakukan langkah-langkah mengeluarkan mereka yaitu : Debata Asi-asi menyentuh bagian daerah kepala sambil berkata : "setiap manusia nantinya, akan ada yang kematian Suami, Istri dan Anak.
Debata Asi-asi menyentuh bagian mata sambil berkata : “Setiap manusia akan menangis ".Debata Asi-asi menyentuh bagian telinga sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang tuli".Debata Asi-asi menyentuh bagian mulut sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang sumbing dan ompong". Debata Asi-asi menyentuh bagian pipi sambil berkata : “setiap manusia akan merasa gatal".Debata Asi-asi menyentuh bagian leher sambil berkata : “akan ada manusia menderita penyakit gondok". Debata asi-asi menyentuh bagian bahu sambil berkata : “manusia kelak bersusah payah mencari hidupnya".Debata Asi-asi menyentuh bagian dada sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang lumpuh".Debata Asi-asi menyentuh bagian punggung sambil berkata : “akan ada menusia kelak yang bungkuk".Debata Asi-asi menyentuh bagian tangan sambil berkata : “akan ada manusia kelak yang menderita penyakit".Debata Asi-asi menyentuh bagian kaki sambil berkata : “keluarlah, keluar dan keluar bagaikan bintang di langit dan pasir di tepi laut, demikianlah banyaknya keturunanmu". Selanjutnya keluarlah tiga manusia laki-laki dari telur tersebut.
Demikian juga halnya pada saat Manuk Hulambu Jati mengeram tiga potong bambu hingga keluarlah tiga orang wanita dari bambu tersebut, yaitu Siboru Porti Bulan, Boru Malimbin Dabini dan Siboru Anggasana. Debata Asi-asi berkata: “Kelak kamu akan susah payah untuk melahirkan anakmu tapi ingatlah Aku akan hadir pada setiap wanita yang melahirkan”.
3. SURATAN MANUSIA
Raja Mulajadi Nabolon duduk di singgasana Benua Atas bersandar di Kayu Sikkam Mabarbar (Kayu Hariara) dan akarnya berjumlah dua puluh enam pada bumi di Batu Manggar Jadi, dahannya ada delapan, rantingnya tiga puluh dan mempunyai buah dua belas. Ke delapan dahannya persis mengikuti arah mata angin antara lain :
Dahan ke arah Timur berupa Mas
Dahan ke arah Tenggara berupa Suasa
Dahan ke arah Selatan berupa Perak
Dahan ke arah Barat Daya berupa Batu
Dahan ke arah Barat berupa Tima
Dahan ke arah Barat Laut berupa Tembaga
Dahan ke arah Utara berupa Besi
Dahan ke arah Timur Laut berupa Kayu
Suratan kehidupan manusia dituliskan di dalam pohon kayu tersebut, antara lain :
Suratan manusia sebagai raja besar yang tak kurang suatu apapun tertulis di sebelah Timur.
Suratan manusia sebagai raja biasa tertulis di sebelah Tenggara.
Suratan manusia menjadi orang yang sangat kaya, tertulis di sebelah Selatan.
Suratan manusia menjadi orang kaya biasa tertulis di sebelah Barat Daya.
Suratan manusia menjadi seorang dukun tertulis di sebelah Barat.
Suratan manusia menjadi rumah tangga yang harmonis tertulis di sebelah Barat Laut.
Suratan manusia yang mempunyai banyak suami dan banyak istri tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia menjadi orang miskin tertulis di sebelah Utara.
Suratan manusia para pembantu tertulis di sebelah Timur Laut.
Suratan manusia yang berumur panjang tertulis di Akar.
Manusia yang berumur pendek tertulis di Dahan.
Manusia yang baru punya anak kemudian meninggal tertulis di Kayu.
Manusia yang meninggal saat muda tertulis di Ranting.
Manusia yang meninggal saat remaja tertulis di Pucuk.
Manusia yang meninggal saat belajar remaja tertulis di Daun.
Manusia yang meninggal saat anak-anak tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berjalan tertulis pada Tangkai Daun.
Manusia yang meninggal saat belajar melangkah tertulis pada Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar berdiri tertulis pada Daun yang hendak lepas.
Manusia yang meninggal saat sudah bisa duduk tertulis pada Tangkai daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat merangkak tertulis pada ujung Daun yang sudah tua.
Manusia yang meninggal saat belajar merangkak tertulis pada Daun yang hendak jatuh.
Manusia yang meninggal saat bisa berbicara tertulis pada Daun yang sudah busuk.
Manusia yang meninggal dari kandungan tertulis pada Daun yang sudah jatuh.
Manusia yang di masuki roh tertulis pada Dahan yang bercabang.
Perempuan yang dapat mengobati tertulis pada Ranting yang sudah tua.
Manusia yang sakti tertulis pada Buah yang bagus.
Manusia penakut dan orang bodoh tertulis pada Buah yang tidak bagus.
Manusia pencuri tertulis pada buah yang hendak jatuh.
Demikianlah suratan tangan hidup manusia, pada dasarnya setiap manusia yang lahir ke dunia ini tidak mengetahui kelak apa yang akan di alami.
D. Naga Padoha Ni Aji
.
Pada suatu hari Manuk-manuk Hulambujati bertelur tiga butir. Hatinya tertegun dan heran, karena telurnya lebih besar dari dirinya. Melihat telur tersebut tidak bisa di erami, kemudian Manuk-manuk Hulambujati menjumpai Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon dan menitipkan pesan, Dia berkata : " E ….. Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, harap murah hatimu menyampaikan dahulu pesan ku ini kepada Ompunta Maulajadi Nabolon, Aku tidak tahu bagaimana akan kuperbuat perihal telurku yang tiga ini, kuperam tidak cukup dengan buluku "! Akhirnya Leangleangmandi menyampaikan pesan itu kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Ia berkata : " Ya Ompung, bagaikan beras yang tidak bercampur dengan antah, yang tidak lupa di pesan yaitu pesan dari Manukmanuk Hulambujati, apa seharusnya dilakukan pada ketiga telurnya itu ?" Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan : " Katakanlah agar telur itu tetap diperami. Aku yang lebih tahu akan hal itu, bawalah dua belas butir beras ini, butiran beras ini harus dimakan setiap bulan. Jika terasa gatal pada paruhnya, patukkan kepada telur itu. " Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Manuk-Manuk Hulambu Jati segera melaksanakan pesan dari Ompunta Mula Jadi Nabolon. Setelah tiba saatnya paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal lalu dipatukkannya kepada tiga butir telur tersebut. Telur itupun berputar dan kemudian keluar dari setiap telur tersebut menyerupai manusia laki-laki. Dari telur pertama keluar Batara Guru Doli, Batara Guru Panungkunan, Batara Guru Pandapotan, yang menjadi kebijakan dari segala kerajaan, memegang timbangan kepada seluruh yang dijadikan, permulaan gantang terajunan, timbangan yang adil, bajak pembelah tali, keatas tiada dapat terungkit, kebawah tak dapat oleng dan kesamping tidak akan miring.Dari telur ketiga, keluar Debata Bala Bulan, Balabulan Matabun, Balabulan Nambun yang rubun dipuncaknya. Datu Paratalatal, Datu Parusulusul, mengendarai kuda sembarani, pisau bermata dua, bertombak dua ujung, permulaan kuasa perdukunan kepada manusia. Dari telur ketiga itu juga keluar Raja Padoha, Naga Padoha Niaji, bertanduk tujuh, berkuasa di bawah tanah, asal mula dari gempa. Debata Bataraguru, Debata Sorisohaliapan, Debata Balabulan, itulah Debata Natolu, yang tiga Pendirian, tiga kuasa. Kemudian Leang-leangmandi menyampaikan kembali pesan Ompunta Mula Jadi Nabolon kepada Manuk-Manuk Hulambujati. Pesan tersebut kembali dilaksanakan. Setelah habis ke sebelas butir beras itu dimakan, paruh Manukmanuk Hulambujati menjadi gatal, kemudian dipatuknya ketiga bambu tersebut sehingga pecah lalu keluarlah dari tiap buku bambu itu tiga wanita, yang pertama bernama, Siboru Porti Bulan, kedua Siboru Malimbin Dabini, ketiga Siboru Anggarana.
Waktu demi waktu terus berjalan keenam anak dan ketiga wanita tersebut semakin dewasa, hal ini membuat hati Manuk-manuk Hulambujati menjadi gelisah. "Apa yang harus aku perbuat terhadap mereka? " pikirnya dalam hati. Akibat kegelisahan yang dialaminya Manuk-Manuk Hulambujati kembali menjumpai Leangleangmandi Untung-untung Nabolon, kemudian ia berkata: " Berangkatlah engkau tolong tanyakan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, apa yang harus aku perbuat terhadap anak-anak yang telah dewasa ini ". Setelah mengerti maksud dari Manuk-manuk Hulambujati, Leangleangmandi Untung-untung Nabolon segera menyampaikannya kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Lalu Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan: " Hai Leangleangmandi katakanlah kepada Manukmanuk Hulambujati, jadikanlah ketiga wanita itu menjadi istri Debata Natolu." Kemudian pesan itu disampaikan Leangleangmandi kepada Manukmanuk Hulambujati, maka Manukmanuk Hulambujati melaksanakan pesan tersebut. Akhirnya ketiga wanita tersebut menjadi istri dari Debata Batara Guru, Debata Sorisohaliapan dan Debata Balabulan.
Ompunta Mulajadi Nabolon, Manukmanuk Hulambujati berkata: " Ketiga orang itu telah beristri, tetapi bagaimana tentang Siraja Odapodap, Tuan Dihumijati dan Raja Padoha?" Kemudian pesan itupun disampaikan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon oleh Leangleangmandi maka Ompunta Mualajadi Nabolon bersabda kepada Leangleangmandi: " Katakanlah kepada Manukmanuk Hulambujati bahwa Akulah yang memikirkan akan hal itu, dan harus ditunggu anak dari yang tiga tadi, yang akan menjadi istri mereka kelak".
Tetapi setelah pesan itu disampaikan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kepada mereka, Siboru Deakparujar berdalih dan menolak keputusan tersebut, Siboru Deakparujar hanya berpegang pada kemauannya sendiri. Kemudian Siboru Deakparujar meminta kapas tiga gumpal dari Ompunta Mulajadi Nabolon untuk dijadikan benang. Apabila dapat di tenun menjadi kain (ulos) maka ia akan menerima perjodohannya dengan Siraja Odapodap. Waktu terus berjalan, namun pintalan benang Siboru Deakparujar masih tetap sebesar pinang muda. Patutlah demikian karena yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari. Kemudian Mulajadi Nabolon dan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon datang, ternyata pintalan benang yang ditenun Siboru Deakparujar, masih tetap sebesar pinang muda. Akibat yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari. Kemudian pintalan benang tersebut tercampak ke halaman batangan, terbenam sangat dalam, sampai tidak dapat di tarik dari tempat tersebut.
Tetapi setelah pesan itu disampaikan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kepada mereka, Siboru Deakparujar berdalih dan menolak keputusan tersebut, Siboru Deakparujar hanya berpegang pada kemauannya sendiri. Kemudian Siboru Deakparujar meminta kapas tiga gumpal dari Ompunta Mulajadi Nabolon untuk dijadikan benang. Apabila dapat di tenun menjadi kain (ulos) maka ia akan menerima perjodohannya dengan Siraja Odapodap. Waktu terus berjalan, namun pintalan benang Siboru Deakparujar masih tetap sebesar pinang muda. Patutlah demikian karena yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari. Kemudian Mulajadi Nabolon dan Leangleangmandi Untung-untung Nabolon datang, ternyata pintalan benang yang ditenun Siboru Deakparujar, masih tetap sebesar pinang muda. Akibat yang dipintal pada malam hari pagi-pagi ditanggali, yang ditenun pada siang hari ditanggali pula pada malam hari. Kemudian pintalan benang tersebut tercampak ke halaman batangan, terbenam sangat dalam, sampai tidak dapat di tarik dari tempat tersebut.
Hati Siboru Deakparujar gundah gulana lalu minta tolong kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berpesan: " Ambillah tongkat tudutudu tualang nabolon, tusukkan ke dekat pintalan benangmu, lalu tarik dengan hati-hati." Lalu Siboru Deakparujar melaksanakan pesan tersebut, nyatanya pintalan benang itu semakin dalam terbenam. Walaupun demikian ujung benang masih melekat pada alat pemintalannya. Akhirnya pintalan benang tersebut Jatuh dan menarik Siboru Deakparujar sehingga melayang-layang di Benua Tengah di atas air. Siboru Deakparujar bertanya-tanya dalam hati, apa gerangan yang terjadi. Lalu ia berdiri diatas tanggul , sambil memanggil : " Leangleangmandi Untunguntung Nabolon sahutilah aku dahulu, karena aku tidak tahu semuanya ini. Lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menyuruh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon menjumpai Siboru Deakparujar. " Apa yang hendak engkau katakan padaku? " kata Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon. Kemudian Siboru Deakparujar menjawab: " Tanah yang kutempah itu rubuh, aku tidak tahu mengapa demikian. Kini kuharapkan kemurahan hatimu untuk meminta sekepal tanah kepada Ompunta Mula Jadi Nabolon agar kembali sedia kala." Kemudian Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon kembali ke Benua Atas menyampaikan permintaan Siboru Deakparujar kepada Ompunta Mulajadi Nabolon. Sekepal tanah yang diminta tersebut dikabulkan kemudian di bawa oleh Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon selanjutnya diberikan kepada Siboru Deakparujar, lalu ia mengulangi kembali tempahannya dan tanah tempahan tersebut kembali seperti sedia kala.
Kemudian Raja Padoha berkata : Mengapa engkau tinggal disini, Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon sudah mundar-mandir menjemputmu untuk kembali ke Benua Ginjang supaya engkau dijodohkan dengan Siraja Odapodap." Kemudian Siboru Deakparujar menjadi marah dan berkata : " Riaspun diatas, batangnya di bawah, dipaksapun keatas dicampakkan ke bawah, bagaimanapun saya tidak akan mau dijodohkan dengan Siraja Odapodap. Pekerjaan inilah yang paling penting bagiku." Lalu Siboru Deakparujar memanggil Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon, meminta sirih kepada saudaranya Nan Bauraja dan Narudung Ulubegu masing-masing satu lembar. Lalu Leang-leangmandi Untung-untung Nabolon pergi menjemput sirih tersebut kemudian memberikannya kepada Siboru Deakparujar. Selanjutnya sirih tersebut dimakan oleh Siboru Deakparujar kemudian ia menjadi cantik jelita. Lalu di semburkannya sirih tersebut ke pundak Raja Padoha. Semburan air sirih tersebut tepat ke pundak Raja Padoha. Melihat bibir yang merah serta kilauan gigi Siboru Deakparujar ,Raja Padoha bertanya:" apa gerangan itu tolong berikan padaku." Siboru Deakparujar lalu menyahut :" Itu adalah minyak wangi memperbaiki jantung, membuat hati sehat dan segar bernafas. Salah satu kelebihan dari putri raja yang menjadi pertanda kesopanan dan prilaku adat." "Jika demikian maksudnya, harap diberikan juga, agar dapat bersikap sopan santun dan berprilaku adat istiadat" kata Raja Padoha.
"Jika engkau menginginkan itu, satu syarat harus dipenuhi yaitu apa yang saya katakan harus engkau penuhi. Syarat itu adalah bahwa engkau harus kupasung lebih dahulu, agar dapat kuberikan padamu. Jika engkau mengharapkan yang lebih baik untuk diberikan, engkau harus dipasung mulai dari kaki, pinggang sampai dengan tanganmu."
Sejak tanah yang ditempah oleh Siboru Deakparujar tidak rubuh lagi, hanya terban saja yang terjadi sehingga membuat jurang dalam, tebing curam, lembah-lembah, gunung-gunung yang berbukit-bukit. Setelah tanah tersebut selesai ditempah oleh Siboru Deakparujar dengan dataran rendah yang luas namun masih telanjang. Belum ada tumbuhan dan lain-lainnya, maka Siboru Deakparujar memohon kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " O … Leangleangmandi Untunguntung Nabolon, selesai sudah tanah itu saya tempa, tetapi tidak tertahankan dinginnya karena tidak ada tempat untuk pemukiman. Karena itu tolonglah minta dahulu kepada Mulajadi Nabolon, tumbuh-tumbuhan pada tanah itu." kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permintaan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon lalu Ompunta Mulajadi Nabolon menugasi Batara Guru untuk membuat segala jenis benih dari tumbuh-tumbuhan, segala yang terbang dan semua kehidupan bergerak di dalam satu karung. Karung itu ditutup oleh Batara Guru lalu berkata kepada Leangleangmandi Untunguntung Nabolon : " Nah bawalah ini kepada Siboru Deakparujar, dan katakanlah padanya bukalah karung ini, tetapi lebih dahulu kembangkan tikar disekitarnya dan kamu tidak boleh takut melihat apa saja yang keluar dari dalam karung ini”. Pada suatu hari Siboru Deakparujar berjalan-jalan di atas sisi tanah sambil memandang di sekitarnya melihat keindahan segala sesuatu yang tumbuh. Kemudian terlihat bekas tapak kaki yang serupa dengan tapak kakinya. Lalu ia merenung dan berpikir dalam hatinya : “ siapa gerangan orang yang berlalu dari sini tanpa sepengetahuanku”. Tidak ada seorangpun tempat untuk bertanya kemudian dia hanya diam saja. Melihat bekas tapak kaki tersebut, Siboru Deakparujar berharap agar suatu saat dapat melihat orang yang meninggalkan bekas jejak tapak kaki tersebut. Namun tanpa disangka mereka bertemu, lalu Siraja Odapodap menyapa tunangannya tersebut : “ Rupanya engkau berada disini. Engkau telah lama ditakdirkan menjadi jodohku”. Siboru Deakparujar lalu menyahut :” tidak, jika ada yang cocok, bukan engkau orangnya ". " Tujuh tahun sebenarnya sudah cukup lama dan membosankan, lebih dari itu sepuluh tahun sudah aku nanti," ujar Siraja Odapodap. Siboru Deakparujar menjadi masgul, karena ia lebih cantik dari Siraja Odapodap, lalu ia bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “ Bawalah aku ke Benua Atas, karena aku telah rindu kepada ayahku Batara Guru”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon lalu menjawab : " aha... aku tidak boleh membawamu ke Benua Atas sebelum bertanya kepada Ompunta Mulajadi Nabolon". namun permohonan tersebut tetap disampaikan, Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berseru kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Selama Aku memanggilnya untuk kembali ke Benua Atas, hatinya tetap ingin tinggal di Benua Tengah, maka Biarlah dia tetap di Benua Tengah. Apabila engkau membawanya, engkau akan kena hukuman dariKu”. Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan pesan tersebut kepada Siboru Deakparujar, dia termenung sambil berpikir, rupanya hal ini sudah menjadi nasibku. Siraja Odapodap kemudian berkata : " jangan engkau bersedih bahwa apa yang telah di takdirkan saatnya pasti akan datang, karena apabila sudah jodoh tidak dapat dielakkan". Kemudian Siboru Deakparujar lalu menangis dan bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon supaya menyampaikan pesan kepada Ompunta Mulajadi Nabolon agar merestui perkawinannya dengan Siraja Odapodap, karena takdir tak dapat terelakkan. Konon Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : " Biarkanlah ia memberkati dirinya sendiri, bukan karena perintahku maka ia mau, tetapi karena tidak ada jalan lain lagi maka ia berkata demikian. Walaupun begitu bukan berarti bahwa mereka tidak berkembang dengan baik dan sejahtera, akan tetapi ia akan tetap kena hukuman akibat perbuatannya selama ini”. Siboru Deakparujar kemudian bermohon kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : “Jika harus dihukum juga, aku tetap mengelak tidak mau kawin dengan Siraja Odapodap, akan tetapi apabila Ompunta Mulajadi Nabolon memberitahukan apa bentuk hukuman tersebut, maka aku akan mengambil sikap dan keputusan untuk mengiyakan". kemudian Leangleangmandi Untung-untung Nabolon menyampaikan permohonan tersebut kepada Ompunta Mulajadi Nabolon, maka Ompunta Mulajadi Nabolon berkata: " Engkau akan bersusah payah, dan engkau akan berkeringat untuk mencari makanmu ". Setelah mereka sudah menjadi suami istri di Benua Tengah dan tibalah saatnya Siboru Deakparujar pun hamil, lalu meminta tawar perselisihan dan berkat tuah yang agung serta tawar mulajadi . Leangleangmandi Untung-untung Nabolon kemudian memberikan kepada Siboru Deakparujar dan diselipkan pada kain dan sanggulnya. Kemudian Ompunta Mulajadi Nabolon berkata kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon : " Katakanlah kepada Siboru Deakparujar, apabila kandungannya sudah lahir itu akan menjadi sanggul-sanggul untuk tanah yang ditempanya ". Mengetahui hal tersebut Siboru Deakparujar berdiam diri karena malunya. Berselang beberapa hari, Siboru Deakparujar melahirkan kandungannya, namun bentuknya seperti bulatan, tidak berkaki, tidak bertangan dan tidak berkepala. Maka ia menjadi bingung karenanya. Pada suatu hari Siboru Deakparujar hamil kembali, kemudian lahirlah anak yang kembar satu laki-laki dan satu perempuan. Nama anak laki-laki Siraja Ihat Manisia atau tuan Mulana dan menjadi permulaan manusia laki-laki. Nama anak perempuan Siboru Ihat Manisia itulah asal-usul ibu manusia. Setelah anak yang dua itu besar, Siboru Deakparujar memesankan kepada Leangleangmandi Untung-untung Nabolon, agar keluarganya dari Benua Atas datang untuk bergembira serta merestui anaknya yang dua itu. Kemudian datanglah Ompunta Mulajadi Nabolon, Debata Sori, Debata Asiasi, turun dari Benua Atas, langit dari parlangitan, melalui benang urutan Siboru Deakparujar.
Mereka tiba di puncak Gunung Pusuk Buhit, dan dari sanalah tempat permulaan manusia yaitu Sianjurmulamula - Sianjurmulamulajadi - Sianjurmulamulatompa, membelakangi jauh dan berhadapan dengan Toba, berpancuran gelang, bertapian jabi-jabi untuk bercuci muka di pagi hari dan untuk bercuci diri di malam hari. Itulah yang dihimpit dua cabang lautan tempat berpijak Dolok Pusuk Buhit, yang menjadi tempat keramat Nalaga yang tidak boleh dilalui dan tidak boleh bercela. Setelah Ompunta Mulajadi Nabolon tiba di tempat Siboru Deakparujar lalu memberkati mereka. Maka sampailah ke dalam hati mereka apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. kemudian diberitahukan juga jalan atau cara apa yang dapat ditempuh oleh manusia untuk berhubungan dengan Ompunta Mulajadi Nabolon di Benua Atas yaitu berupa sajian (sesajen) dengan benda yang sangat berharga (homitan). Barang homitan yang paling berharga untuk berhubungan dengan Ompunta Mulajadi Nabolon adalah Kuda Sihapaspili. Dan sesajen kepada Mulajadi Nabolon, tepat dua takaran, daun kemangi dan sirih kembang. Kepada Debata Sori, jeruk purut dan tuak di dalam sawan beserta daun kemangi, kepala Balabulan dua lepat, bunga-bungaan mekar dan sirih kembang. Ompunta Mulajadi Nabolon bersabda : “Jika kamu sekalian penghuni Benua Tengah hendak berhubungan dan bersekutu dengan kami penghuni Benua Atas, maka segala jenis sesajen yang hendak kamu persembahkan harus disusun rapi dan bersih serta diiringi dengan rasa penyampaian yang tulus dan suci ". Maka itulah permulaan yang menjadi dasar hodadebata diurapi manusia.
Setelah genap selesai seluruhnya diatur, Mulajadi Nabolon lalu naik ke Dolok Pusuk Buhit hendak kembali ke Benua Atas, Karena kaki Debata Asiasi timpang-timpang tinggallah ia dibelakang bersama Raja Inggotpaung. Siboru Deakparujar dengan Siraja Odapodap turut juga kembali ke Benua Atas. Setelah kedua anaknya Siraja Ihatmanisia dan Siboru Ihat Manisia dititipkan kepada Debata Asi-asi dan Raja Inggotpaung
Pada saat mereka hendak naik ke Benua Atas, kedua anaknya tersebut terus menatap ingin turut serta, namun tali telah putus hingga gagal. Tali yang putus tersebut beterbangan ke seluruh penjuru desa yang delapan. Sejak itu hanya Batunanggarjati jalan ke Benua Atas dan Debata Asiasi menjadi penghubung antara Benua Tengah dan Benua Atas berulang-ulang.
Pada saat mereka hendak naik ke Benua Atas, kedua anaknya tersebut terus menatap ingin turut serta, namun tali telah putus hingga gagal. Tali yang putus tersebut beterbangan ke seluruh penjuru desa yang delapan. Sejak itu hanya Batunanggarjati jalan ke Benua Atas dan Debata Asiasi menjadi penghubung antara Benua Tengah dan Benua Atas berulang-ulang.
Wednesday, 8 February 2012
To listen to the words of the learned
and to instill into others
the lesson of science
is better than
religious exercise - PRINCIPIA GNOSTICA
and to instill into others
the lesson of science
is better than
religious exercise - PRINCIPIA GNOSTICA
Monday, 6 February 2012
SABDA PALON ( terkait ramalan Joyoboyo )
Dalam upaya menelisik misteri siapa sejatinya Sabdo Palon, saya mengawali dengan mengkaji Serat Darmagandhul dan ramalan Sabdo Palon. Di sini tidak akan dipersoalkan siapa yang membuat karya-karya tersebut untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan. Karena penjelasan secara akal penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan ini akhirnya dapat dirunut secara logika historis.
Menarik memang di dalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V (memerintah tahun 1453 – 1478) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra sbb :
164.
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.(…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
173.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.(menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi)
Serat Darmagandhul
Memahami Serat Darmagandhul dan karya-karya leluhur kita dibutuhkan kearifan dan netralitas yang tinggi, karena mengandung nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedah warisan leluhur dari pendekatan spiritual dan historis.
Dalam serat Dharmagandhul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-ucapan penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan. Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yang tengah lari ke Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancurkan Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-ucapan berikut ini :
Sabdo Palon :
“Paduka sampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriban, rêmên manut nunut-nunut, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong tiyang cabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkah Jawi, nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggiling rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …”(“Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang jawan (kehilangan jawa-nya), kearab-araban, hanya ikut-ikutan, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aqidah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalau paduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya (Semar) itu saya, yang membuat kawah air panas di atas gunung itu semua adalah saya, …”)
Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapkan Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi :
“…, hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; …”(“…, itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; …”). Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai “Manik Maya” atau “Semar”.
“Sabdapalon matur yen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..”(“ Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”)
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanakan tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama, keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugas khusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan Sabdo Palon berikut ini :
Sabdapalon ature sêndhu: “Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrêm lan Bambang Sakri, run-tumurun ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh lajêr Jawi, …..
….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, …..”(Sabdo Palon berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, …..
….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”)
Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitungan usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angka yang menunjuk masa di dalam wasiat leluhur sangat toleransif sifatnya. Di kalangan spiritualis Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa “suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudannya sebagai manusia tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggilingan”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapannya dikatakan :
“…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipun ulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-kula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipun.”(“…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya.”)
Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomong sejati yang selalu mengingatkan bilamana yang di”emong”nya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan piwulangnya untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti. Jadi Semar merupakan pamomong yang “tut wuri handayani”, menjadi tempat bertanya karena pengetahuan dan kemampuannya sangat luas, serta memiliki sifat yang bijaksana dan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa “perintah untuk melakukan” tetapi lebih kepada “bagaimana sebaiknya melakukan”. Semua keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada “tuan”nya. Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantaranya adalah Ki Sabdopalon, Sang Hyang Ismoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain.
Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut ungkapan-ungkapan itu :
“….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.”(“….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
“….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”(“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”)
Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpin bumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”, ataupun “eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarkan dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-akibatnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita). Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan Begawan Abhiyasa. Lebih lanjut diceritakan :
“Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: “Ing besuk nagara Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi, dadiya têngêr Sabdapalon ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”(“Sang Prabu berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”)
Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi. Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Ramalan Sabdo PalonKarena Sabdo Palon tidak berkenan berganti agama Islam, maka dalam naskah Ramalan Sabdo Palon ini diungkapkan sabdanya sbb :
3.
Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang para Nata, Kang jurneneng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.
(Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.)
4.
Klawan Paduka sang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dinten punika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa.
(Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.)
5.
Sinten tan purun nganggeya, Yekti kula rusak sami, Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi, Dereng lega kang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.
(Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.)
6.
Ngidul ngilen purugira, Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medal kula, Wus nyebar agama budi, Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsanireng Jawata, Sadaya gilir gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan.
(Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.)
7.
Sanget-sangeting sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Prapteng tengah-tengahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
(Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.)
8.
Bebaya ingkang tumeka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanipun, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandhani, Jagad iki yekti ana kang akarya.
(Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.)
Dari bait-bait di atas dapatlah kita memahami bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa), kembali sebagai wujud dewa, Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datang kembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tanda tertentu. Diungkapkannya tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-bencana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangkan dengan judul: “Semar Ngejawantah”.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunung Merapi tahun lalu dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi : “Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).
SIAPA SEJATINYA “SABDO PALON NOYO GENGGONG” ?
Setelah kita membaca dan memahami secara keseluruhan wasiat-wasiat leluhur Nusantara yang ada di blog ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatkan jawaban : “Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.” (merinding juga saya mendengar nama ini)
Dari referensi yang saya dapatkan, Dang Hyang Nirartha adalah anak dari Dang Hyang Asmaranatha, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang Hyang Angsokanatha (penyusun Kakawin Sutasoma dimana di dalamnya tercantum “Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang kemudian beralih menjadi pendeta Syiwa. Beliau juga diberi nama Mpu Dwijendra dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh, beliau juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Dalam Dwijendra Tattwa dikisahkan sebagai berikut :
“Pada Masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutlah seorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau disebut “Tuan Semeru” atau guru dari Semeru, nama sebuah gunung di Jawa Timur.”
Dengan kemampuan supranatural dan mata bathinnya, beliau melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampu melawan kehendak Sang Pencipta, ditandai dengan berbagai bencana alam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagunungan Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masih di bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.
Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Ulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain. Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa = bersatunya atman dengan Brahman/Sang Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad).
Setelah mengungkapkan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Tri Budi Marhaen Darmawan memberikan kepada saya 10 (sepuluh) pesan dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb:
“Kesimpulan akhirnya adalah : Putra Betara Indra = Budak Angon = Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu seperti yang telah dikatakan oleh para leluhur Nusantara di atas adalah sosok yang diharap-harapkan rakyat nusantara selama ini, yaitu beliau yang dinamakan “SATRIO PININGIT”. Jadi, Satrio Piningit (SP) = adalah seorang Satrio Pinandhito (SP) = yaitulah Sabdo Palon (SP) = sebagai Sang Pamomong (SP) = dikenal juga dengan nama Semar Ponokawan (SP) = pemegang pusaka Sabdo Palon (SP) = berada di “SP” (?) = tepatnya di daerah “SP” (?) = dimana terdapat “SP” (?) = dengan nama “SP” dan “SP” (?) . Satrio Piningit tidak akan sekedar mengaku-aku bahwa dirinya adalah seorang Satrio Piningit. Namun beliau akan “membuktikan” banyak hal yang sangat fenomenal untuk kemaslahatan rakyat negeri ini. Kapan waktunya ? Hanya Allah SWT yang tahu. Subhanallah… Masya Allah la quwata illa billah…”
Menarik memang di dalam mencari jawab tentang siapakah Sabdo Palon ? Karena kata Sabdo Palon Noyo Genggong sebagai penasehat spiritual Prabu Brawijaya V (memerintah tahun 1453 – 1478) tidak hanya dapat ditemui di dalam Serat Darmagandhul saja, namun di dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135 – 1157) juga telah disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok Putra Betara Indra sbb :
164.
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong.(…; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda; tajamnya tritunggal nan suci; benar, lurus, jujur; didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
173.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula; angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering jagad raya; padha asung bhekti.(menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain; rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa hormat yang tinggi)
Serat Darmagandhul
Memahami Serat Darmagandhul dan karya-karya leluhur kita dibutuhkan kearifan dan netralitas yang tinggi, karena mengandung nilai kawruh Jawa yang sangat tinggi. Jika belum matang beragama maka akan muncul sentimen terhadap agama lain. Tentu ini tidak kita kehendaki. Tiada maksud lain dari saya kecuali hanya ingin mengungkap fakta dan membedah warisan leluhur dari pendekatan spiritual dan historis.
Dalam serat Dharmagandhul ini saya hanya ingin menyoroti ucapan-ucapan penting pada pertemuan antara Sunan Kalijaga, Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon di Blambangan. Pertemuan ini terjadi ketika Sunan Kalijaga mencari dan menemukan Prabu Brawijaya yang tengah lari ke Blambangan untuk meminta bantuan bala tentara dari kerajaan di Bali dan Cina untuk memukul balik serangan putranya, Raden Patah yang telah menghancurkan Majapahit. Namun hal ini bisa dicegah oleh Sunan Kalijaga dan akhirnya Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Karena Sabdo Palon tidak bersedia masuk agama Islam atas ajakan Prabu Brawijaya, maka mereka berpisah. Sebelum perpisahan terjadi ada baiknya kita cermati ucapan-ucapan berikut ini :
Sabdo Palon :
“Paduka sampun kêlajêng kêlorob, karsa dados jawan, irib-iriban, rêmên manut nunut-nunut, tanpa guna kula êmong, kula wirang dhatêng bumi langit, wirang momong tiyang cabluk, kula badhe pados momongan ingkang mripat satunggal, botên rêmên momong paduka. … Manawi paduka botên pitados, kang kasêbut ing pikêkah Jawi, nama Manik Maya, punika kula, ingkang jasa kawah wedang sanginggiling rêdi rêdi Mahmeru punika sadaya kula, …”(“Paduka sudah terlanjur terperosok, mau jadi orang jawan (kehilangan jawa-nya), kearab-araban, hanya ikut-ikutan, tidak ada gunanya saya asuh, saya malu kepada bumi dan langit, malu mengasuh orang tolol, saya mau mencari asuhan yang bermata satu (memiliki prinsip/aqidah yang kuat), tidak senang mengasuh paduka. … Kalau paduka tidak percaya, yang disebut dalam ajaran Jawa, nama Manik Maya (Semar) itu saya, yang membuat kawah air panas di atas gunung itu semua adalah saya, …”)
Ucapan Sabdo Palon ini menyatakan bahwa dia sangat malu kepada bumi dan langit dengan keputusan Prabu Brawijaya masuk agama Islam. Gambaran ini telah diungkapkan Joyoboyo pada bait 173 yang berbunyi :
“…, hiya iku momongane kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; …”(“…, itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi termasyhur; …”). Dalam ucapan ini pula Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah sebenarnya yang dikatakan dalam kawruh Jawa dengan apa yang dikenal sebagai “Manik Maya” atau “Semar”.
“Sabdapalon matur yen arêp misah, barêng didangu lungane mênyang ngêndi, ature ora lunga, nanging ora manggon ing kono, mung nêtêpi jênênge Sêmar, nglimputi salire wujud, anglela kalingan padhang. …..”(“ Sabdo Palon menyatakan akan berpisah, begitu ditanya perginya kemana, jawabnya tidak pergi, akan tetapi tidak bertempat di situ, hanya menetapkan namanya Semar, yang meliputi segala wujud, membuatnya samar. …..”)
Sekali lagi dalam ucapan ini Sabdo Palon menegaskan bahwa dirinyalah yang bernama Semar. Bagi orang Jawa yang berpegang pada kawruh Jawa pastilah memahami tentang apa dan bagaimana Semar. Secara ringkas dapat dijelaskan bahwa Semar adalah merupakan utusan gaib Gusti Kang Murbeng Dumadi (Tuhan Yang Maha Kuasa) untuk melaksanakan tugas agar manusia selalu menyembah dan bertaqwa kepada Tuhan, selalu bersyukur dan eling serta berjalan pada jalan kebaikan. Sebelum manusia mengenal agama, keberadaan Semar telah ada di muka bumi. Beliau mendapat tugas khusus dari Gusti Kang Murbeng Dumadi untuk menjaga dan memelihara bumi Nusantara khususnya, dan jagad raya pada umumnya. Perhatikan ungkapan Sabdo Palon berikut ini :
Sabdapalon ature sêndhu: “Kula niki Ratu Dhang Hyang sing rumêksa tanah Jawa. Sintên ingkang jumênêng Nata, dados momongan kula. Wiwit saking lêluhur paduka rumiyin, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrêm lan Bambang Sakri, run-tumurun ngantos dumugi sapriki, kula momong pikukuh lajêr Jawi, …..
….., dumugi sapriki umur-kula sampun 2.000 langkung 3 taun, momong lajêr Jawi, botên wontên ingkang ewah agamanipun, …..”(Sabdo Palon berkata sedih: “Hamba ini Ratu Dhang Hyang yang menjaga tanah Jawa. Siapa yang bertahta, menjadi asuhan hamba. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem dan Bambang Sakri, turun temurun sampai sekarang, hamba mengasuh keturunan raja-raja Jawa, …..
….., sampai sekarang ini usia hamba sudah 2.000 lebih 3 tahun dalam mengasuh raja-raja Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, …..”)
Ungkapan di atas menyatakan bahwa Sabdo Palon (Semar) telah ada di bumi Nusantara ini bahkan 525 tahun sebelum masehi jika dihitung dari berakhirnya kekuasaan Prabu Brawijaya pada tahun 1478. Saat ini di tahun 2007, berarti usia Sabdo Palon telah mencapai 2.532 tahun. Setidaknya perhitungan usia tersebut dapat memberikan gambaran kepada kita, walaupun angka-angka yang menunjuk masa di dalam wasiat leluhur sangat toleransif sifatnya. Di kalangan spiritualis Jawa pada umumnya, keberadaan Semar diyakini berupa “suara tanpa rupa”. Namun secara khusus bagi yang memahami lebih dalam lagi, keberadaan Semar diyakini dengan istilah “mencolo putro, mencolo putri”, artinya dapat mewujud dan menyamar sebagai manusia biasa dalam wujud berlainan di setiap masa. Namun dalam perwujudannya sebagai manusia tetap mencirikan karakter Semar sebagai sosok “Begawan atau Pandhita”. Hal ini dapat dipahami karena dalam kawruh Jawa dikenal adanya konsep “menitis” dan “Cokro Manggilingan”.
Dari apa yang telah disinggung di atas, kita telah sedikit memahami bahwa Sabdo Palon sebagai pembimbing spiritual Prabu Brawijaya merupakan sosok Semar yang nyata. Menurut Sabdo Palon dalam ungkapannya dikatakan :
“…, paduka punapa kêkilapan dhatêng nama kula Sabdapalon? Sabda têgêsipun pamuwus, Palon: pikukuh kandhang. Naya têgêsipun ulat, Genggong: langgêng botên ewah. Dados wicantên-kula punika, kenging kangge pikêkah ulat pasêmoning tanah Jawi, langgêng salaminipun.”(“…, apakah paduka lupa terhadap nama saya Sabdo Palon? Sabda artinya kata-kata, Palon adalah kayu pengancing kandang, Naya artinya pandangan, Genggong artinya langgeng tidak berubah. Jadi ucapan hamba itu berlaku sebagai pedoman hidup di tanah Jawa, langgeng selamanya.”)
Seperti halnya Semar telah banyak dikenal sebagai pamomong sejati yang selalu mengingatkan bilamana yang di”emong”nya salah jalan, salah berpikir atau salah dalam perbuatan, terlebih apabila melanggar ketentuan-ketentuan Tuhan Yang Maha Esa. Semar selalu memberikan piwulangnya untuk bagaimana berbudi pekerti luhur selagi hidup di dunia fana ini sebagai bekal untuk perjalanan panjang berikutnya nanti. Jadi Semar merupakan pamomong yang “tut wuri handayani”, menjadi tempat bertanya karena pengetahuan dan kemampuannya sangat luas, serta memiliki sifat yang bijaksana dan rendah hati juga waskitho (ngerti sakdurunge winarah). Semua yang disabdakan Semar tidak pernah berupa “perintah untuk melakukan” tetapi lebih kepada “bagaimana sebaiknya melakukan”. Semua keputusan yang akan diambil diserahkan semuanya kepada “tuan”nya. Semar atau Kaki Semar sendiri memiliki 110 nama, diantaranya adalah Ki Sabdopalon, Sang Hyang Ismoyo, Ki Bodronoyo, dan lain-lain.
Di dalam Serat Darmogandhul diceritakan episode perpisahan antara Sabdo Palon dengan Prabu Brawijaya karena perbedaan prinsip. Sebelum berpisah Sabdo Palon menyatakan kekecewaannya dengan sabda-sabda yang mengandung prediksi tentang sosok masa depan yang diharapkannya. Berikut ungkapan-ungkapan itu :
“….. Paduka yêktos, manawi sampun santun agami Islam, nilar agami Buddha, turun paduka tamtu apês, Jawi kantun jawan, Jawinipun ical, rêmên nunut bangsa sanes. Benjing tamtu dipunprentah dening tiyang Jawi ingkang mangrêti.”(“….. Paduka perlu faham, jika sudah berganti agama Islam, meninggalkan agama Budha, keturunan Paduka akan celaka, Jawi (orang Jawa yang memahami kawruh Jawa) tinggal Jawan (kehilangan jati diri jawa-nya), Jawi-nya hilang, suka ikut-ikutan bangsa lain. Suatu saat tentu akan dipimpin oleh orang Jawa (Jawi) yang mengerti.”
“….. Sang Prabu diaturi ngyêktosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajênêng tuwa, agêgaman kawruh, iya iku sing diêmong Sabdapalon, wong jawan arêp diwulang wêruha marang bênêr luput.”(“….. Sang Prabu diminta memahami, suatu saat nanti kalau ada orang Jawa menggunakan nama tua (sepuh), berpegang pada kawruh Jawa, yaitulah yang diasuh oleh Sabda Palon, orang Jawan (yang telah kehilangan Jawa-nya) akan diajarkan agar bisa melihat benar salahnya.”)
Dari dua ungkapan di atas Sabdo Palon mengingatkan Prabu Brawijaya bahwa suatu ketika nanti akan ada orang Jawa yang memahami kawruh Jawa (tiyang Jawi) yang akan memimpin bumi nusantara ini. Juga dikatakan bahwa ada saat nanti datang orang Jawa asuhan Sabdo Palon yang memakai nama sepuh/tua (bisa jadi “mbah”, “aki”, ataupun “eyang”) yang memegang teguh kawruh Jawa akan mengajarkan dan memaparkan kebenaran dan kesalahan dari peristiwa yang terjadi saat itu dan akibat-akibatnya dalam waktu berjalan. Hal ini menyiratkan adanya dua sosok di dalam ungkapan Sabdo Palon tersebut yang merupakan sabda prediksi di masa mendatang, yaitu pemimpin yang diharapkan dan pembimbing spiritual (seorang pandhita). Ibarat Arjuna dan Semar atau juga Prabu Parikesit dan Begawan Abhiyasa. Lebih lanjut diceritakan :
“Sang Prabu karsane arêp ngrangkul Sabdapalon lan Nayagenggong, nanging wong loro mau banjur musna. Sang Prabu ngungun sarta nênggak waspa, wusana banjur ngandika marang Sunan Kalijaga: “Ing besuk nagara Blambangan salina jênêng nagara Banyuwangi, dadiya têngêr Sabdapalon ênggone bali marang tanah Jawa anggawa momongane. Dene samêngko Sabdapalon isih nglimput aneng tanah sabrang.”(“Sang Prabu berkeinginan merangkul Sabdo Palon dan Nayagenggong, namun orang dua itu kemudian raib. Sang Prabu heran dan bingung kemudian berkata kepada Sunan Kalijaga : “Gantilah nama Blambangan menjadi Banyuwangi, jadikan ini sebagai tanda kembalinya Sabda Palon di tanah Jawa membawa asuhannya. Sekarang ini Sabdo Palon masih berkelana di tanah seberang.”)
Dari kalimat ini jelas menandakan bahwa Sabdo Palon dan Prabu Brawijaya berpisah di tempat yang sekarang bernama Banyuwangi. Tanah seberang yang dimaksud tidak lain tidak bukan adalah Pulau Bali. Untuk mengetahui lebih lanjut guna menguak misteri ini, ada baiknya kita kaji sedikit tentang Ramalan Sabdo Palon berikut ini.
Ramalan Sabdo PalonKarena Sabdo Palon tidak berkenan berganti agama Islam, maka dalam naskah Ramalan Sabdo Palon ini diungkapkan sabdanya sbb :
3.
Sabda Palon matur sugal, “Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula puniki yekti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang para Nata, Kang jurneneng Tanah Jawi, Wus pinasthi sayekti kula pisahan.
(Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.)
4.
Klawan Paduka sang Nata, Wangsul maring sunya ruri, Mung kula matur petungna, Ing benjang sakpungkur mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkep gangsal atus tahun, Wit ing dinten punika, Kula gantos kang agami, Gama Buda kula sebar tanah Jawa.
(Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha lagi (maksudnya Kawruh Budi), saya sebar seluruh tanah Jawa.)
5.
Sinten tan purun nganggeya, Yekti kula rusak sami, Sun sajekken putu kula, Berkasakan rupi-rupi, Dereng lega kang ati, Yen durung lebur atempur, Kula damel pratandha, Pratandha tembayan mami, Hardi Merapi yen wus njeblug mili lahar.
(Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.)
6.
Ngidul ngilen purugira, Ngganda banger ingkang warih, Nggih punika medal kula, Wus nyebar agama budi, Merapi janji mami, Anggereng jagad satuhu, Karsanireng Jawata, Sadaya gilir gumanti, Boten kenging kalamunta kaowahan.
(Lahar tersebut mengalir ke Barat Daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.)
7.
Sanget-sangeting sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinengkalan tahunira, Lawon Sapta Ngesthi Aji, Upami nyabrang kali, Prapteng tengah-tengahipun, Kaline banjir bandhang, Jerone ngelebne jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
(Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.)
8.
Bebaya ingkang tumeka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe kang paring gesang, Tan kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wonten ing sakwasanipun, Sedaya pra Jawata, Kinarya amertandhani, Jagad iki yekti ana kang akarya.
(Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.)
Dari bait-bait di atas dapatlah kita memahami bahwa Sabdo Palon menyatakan berpisah dengan Prabu Brawijaya kembali ke asal mulanya. Perlu kita tahu bahwa Semar adalah wujud manusia biasa titisan dewa Sang Hyang Ismoyo. Jadi ketika itu Sabdo Palon berencana untuk kembali ke asal mulanya adalah alam kahyangan (alam dewa-dewa), kembali sebagai wujud dewa, Sang Hyang Ismoyo. Lamanya pergi selama 500 tahun. Dan kemudian Sabdo Palon menyatakan janjinya akan datang kembali di bumi tanah Jawa (tataran nusantara) dengan tanda-tanda tertentu. Diungkapkannya tanda utama itu adalah muntahnya lahar gunung Merapi ke arah barat daya. Baunya tidak sedap. Dan juga kemudian diikuti bencana-bencana lainnya. Itulah tanda Sabdo Palon telah datang. Dalam dunia pewayangan keadaan ini dilambangkan dengan judul: “Semar Ngejawantah”.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian muntahnya lahar gunung Merapi tahun lalu dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat statusnya menjadi yang tertinggi : “Awas Merapi”. Saat kejadian malam itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”. Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha). Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat. Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2 + 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ). Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari Yang Satu, Allah SWT. Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu, menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun ke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).
SIAPA SEJATINYA “SABDO PALON NOYO GENGGONG” ?
Setelah kita membaca dan memahami secara keseluruhan wasiat-wasiat leluhur Nusantara yang ada di blog ini, maka telah sampai saatnya saya akan mengulas sesuai dengan pemahaman saya tentang siapa sejatinya Sabdo Palon Noyo Genggong itu. Dari penuturan bapak Tri Budi Marhaen Darmawan, saya mendapatkan jawaban : “Sabdo Palon adalah seorang ponokawan Prabu Brawijaya, penasehat spiritual dan pandhita sakti kerajaan Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Sabdo Palon itu sejatinya adalah beliau : Dang Hyang Nirartha/ Mpu Dwijendra/ Pedanda Sakti Wawu Rawuh/ Tuan Semeru yang akhirnya moksa di Pura Uluwatu.” (merinding juga saya mendengar nama ini)
Dari referensi yang saya dapatkan, Dang Hyang Nirartha adalah anak dari Dang Hyang Asmaranatha, dan cucu dari Mpu Tantular atau Dang Hyang Angsokanatha (penyusun Kakawin Sutasoma dimana di dalamnya tercantum “Bhinneka Tunggal Ika”). Danghyang Nirartha adalah seorang pendeta Budha yang kemudian beralih menjadi pendeta Syiwa. Beliau juga diberi nama Mpu Dwijendra dan dijuluki Pedanda Sakti Wawu Rawuh, beliau juga dikenal sebagai seorang sastrawan. Dalam Dwijendra Tattwa dikisahkan sebagai berikut :
“Pada Masa Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, tersebutlah seorang Bhagawan yang bernama Dang Hyang Dwi Jendra. Beliau dihormati atas pengabdian yang sangat tinggi terhadap raja dan rakyat melalui ajaran-ajaran spiritual, peningkatan kemakmuran dan menanggulangi masalah-masalah kehidupan. Beliau dikenal dalam menyebarkan ajaran Agama Hindu dengan nama “Dharma Yatra”. Di Lombok Beliau disebut “Tuan Semeru” atau guru dari Semeru, nama sebuah gunung di Jawa Timur.”
Dengan kemampuan supranatural dan mata bathinnya, beliau melihat benih-benih keruntuhan kerajaan Hindu di tanah Jawa. Maksud hati hendak melerai pihak-pihak yang bertikai, akan tetapi tidak mampu melawan kehendak Sang Pencipta, ditandai dengan berbagai bencana alam yang ditengarai turut ambil kontribusi dalam runtuhnya kerajaan Majapahit (salah satunya adalah bencana alam “Pagunungan Anyar”). Akhirnya beliau mendapat petunjuk untuk hijrah ke sebuah pulau yang masih di bawah kekuasaan Majapahit, yaitu Pulau Bali. Sebelum pergi ke Pulau Bali, Dang Hyang Nirartha hijrah ke Daha (Kediri), lalu ke Pasuruan dan kemudian ke Blambangan.
Beliau pertama kali tiba di Pulau Bali dari Blambangan sekitar tahun caka 1411 atau 1489 M ketika Kerajaan Bali Dwipa dipimpin oleh Dalem Waturenggong. Beliau mendapat wahyu di Purancak, Jembrana bahwa di Bali perlu dikembangkan paham Tripurusa yakni pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Siwa, Sadha Siwa, dan Parama Siwa. Dang Hyang Nirarta dijuluki pula Pedanda Sakti Wawu Rawuh karena beliau mempunyai kemampuan supra natural yang membuat Dalem Waturenggong sangat kagum sehingga beliau diangkat menjadi Bhagawanta (pendeta kerajaan). Ketika itu Bali Dwipa mencapai jaman keemasan, karena semua bidang kehidupan rakyat ditata dengan baik. Hak dan kewajiban para bangsawan diatur, hukum dan peradilan adat/agama ditegakkan, prasasti-prasasti yang memuat silsilah leluhur tiap-tiap soroh/klan disusun. Awig-awig Desa Adat pekraman dibuat, organisasi subak ditumbuh-kembangkan dan kegiatan keagamaan ditingkatkan. Selain itu beliau juga mendorong penciptaan karya-karya sastra yang bermutu tinggi dalam bentuk tulisan lontar, kidung atau kekawin.
Pura-pura untuk memuja beliau di tempat mana beliau pernah bermukim membimbing umat adalah : Purancak, Rambut siwi, Pakendungan, Ulu watu, Bukit Gong, Bukit Payung, Sakenan, Air Jeruk, Tugu, Tengkulak, Gowa Lawah, Ponjok Batu, Suranadi (Lombok), Pangajengan, Masceti, Peti Tenget, Amertasari, Melanting, Pulaki, Bukcabe, Dalem Gandamayu, Pucak Tedung, dan lain-lain. Akhirnya Dang Hyang Nirartha menghilang gaib (moksa) di Pura Uluwatu. (Moksa = bersatunya atman dengan Brahman/Sang Hyang Widhi Wasa, meninggal dunia tanpa meninggalkan jasad).
Setelah mengungkapkan bahwa Sabdo Palon sejatinya adalah Dang Hyang Nirartha, lalu bapak Tri Budi Marhaen Darmawan memberikan kepada saya 10 (sepuluh) pesan dari beliau Dang Hyang Nirartha sbb:
- Tuwi ada ucaping haji, utama ngwangun tlaga, satus reka saliunnya, kasor ento utamannya, ring sang ngangun yadnya pisan, kasor buin yadnyane satus, baan suputra satunggal. ( bait 5 )
Ada sebenarnya ucapan ilmu pengetahuan, utama orang yang membangun telaga, banyaknya seratus, kalah keutamaannya itu, oleh orang yang melakukan korban suci sekali, korban suci yang seratus ini, kalah oleh anak baik seorang. - Bapa mituduhin cening, tingkahe menadi pyanak, eda bani ring kawitan, sang sampun kaucap garwa, telu ne maadan garwa, guru reka, guru prabhu, guru tapak tui timpalnya. ( bait 6 )
Ayahnda memberitahumu anakku, tata cara menjadi anak, jangan durhaka pada leluhur, orang yang disebut guru, tiga banyaknya yang disebut guru, guru reka, guru prabhu, dan guru tapak (yang mengajar) itu. - Melah pelapanin mamunyi, ring ida dane samian, wangsane tong kaletehan, tong ada ngupet manemah, melah alepe majalan, batise twara katanjung, bacin tuara bakat ingsak. ( bait 8 )
Lebih baik hati-hati dalam berbicara, kepada semua orang, tak akan ternoda keturunannya, tak ada yang akan mencaci maki, lebih baik hati-hati dalam berjalan, sebab kaki tak akan tersandung, dan tidak akan menginjak kotoran. - Uli jani jwa kardinin, ajak dadwa nah gawenang, patut tingkahe buatang, tingkahe mangelah mata, gunannya anggon malihat, mamedasin ane patut, da jua ulah malihat. ( bait 10 )
Mulai sekarang lakukan, lakukanlah berdua, patut utamakan tingkah laku yang benar, seperti menggunakan mata, gunanya untuk melihat, memperhatikan tingkah laku yang benar, jangan hanya sekedar melihat. - Tingkahe mangelah kuping, tuah anggon maningehang, ningehang raose melah, resepang pejang di manah, da pati dingeh-dingehang, kranannya mangelah cunguh, anggon ngadek twah gunanya. ( bait 11 )
Kegunaan punya telinga, sebenarnya untuk mendengar, mendengar kata-kata yang benar, camkan dan simpan dalam hati, jangan semua hal didengarkan. - Nanging da pati adekin, mangulah maan madiman, patutang jua agrasayang, apang bisa jwa ningkahang, gunan bibih twah mangucap, de mangucap pati kacuh, ne patut jwa ucapang. ( bait 12 )
Jangan segalanya dicium, sok baru dapat mencium, baik-baiklah caranya merasakan, agar bisa melaksanakannya, kegunaan mulut untuk berbicara, jangan berbicara sembarangan, hal yang benar hendaknya diucapkan. - Ngelah lima da ja gudip, apikin jua nyemakang, apang patute bakatang, wyadin batise tindakang, yatnain twah nyalanang, eda jwa mangulah laku, katanjung bena nahanang. ( bait 13 )
Memiliki tangan jangan usil, hati-hati menggunakan, agar selalu mendapat kebenaran, begitu pula dalam melangkahkan kaki, hati-hatilah melangkahkannya, bila kesandung pasti kita yang menahan (menderita) nya. - Awake patut gawenin, apang manggih karahaywan, da maren ngertiang awak, waluya matetanduran, tingkahe ngardinin awak, yen anteng twi manandur, joh pare twara mupuang. ( bait 14 )
Kebenaran hendaknya diperbuat, agar menemukan keselamatan, jangan henti-hentinya berbuat baik, ibaratnya bagai bercocok tanam, tata cara dalam bertingkah laku, kalau rajin menanam, tak mungkin tidak akan berhasil. - Tingkah ne melah pilihin, buka anake ka pasar, maidep matetumbasan, masih ya nu mamilihin, twara nyak meli ne rusak, twah ne melah tumbas ipun, patuh ring ma mwatang tingkah. ( bait 15 )
Pilihlah perbuatan yang baik, seperti orang ke pasar, bermaksud hendak berbelanja, juga masih memilih, tidak mau membeli yang rusak, pasti yang baik dibelinya, sama halnya dengan memilih tingkah laku. - Tingkah ne melah pilihin, da manganggoang tingkah rusak, saluire kaucap rusak, wantah nista ya ajinnya, buine tong kanggoang anak, kija aba tuara laku, keto cening sujatinnya. ( bait 16 )
Pilihlah tingkah laku yang baik, jangan mau memakai tingkah laku yang jahat, betul-betul hina nilainya, ditambah lagi tiada disukai masyarakat, kemanapun di bawa tak akan laku, begitulah sebenarnya anakku.
“Kesimpulan akhirnya adalah : Putra Betara Indra = Budak Angon = Satrio Pinandhito Sinisihan Wahyu seperti yang telah dikatakan oleh para leluhur Nusantara di atas adalah sosok yang diharap-harapkan rakyat nusantara selama ini, yaitu beliau yang dinamakan “SATRIO PININGIT”. Jadi, Satrio Piningit (SP) = adalah seorang Satrio Pinandhito (SP) = yaitulah Sabdo Palon (SP) = sebagai Sang Pamomong (SP) = dikenal juga dengan nama Semar Ponokawan (SP) = pemegang pusaka Sabdo Palon (SP) = berada di “SP” (?) = tepatnya di daerah “SP” (?) = dimana terdapat “SP” (?) = dengan nama “SP” dan “SP” (?) . Satrio Piningit tidak akan sekedar mengaku-aku bahwa dirinya adalah seorang Satrio Piningit. Namun beliau akan “membuktikan” banyak hal yang sangat fenomenal untuk kemaslahatan rakyat negeri ini. Kapan waktunya ? Hanya Allah SWT yang tahu. Subhanallah… Masya Allah la quwata illa billah…”
Dari apa yang telah saya ungkapkan sejauh ini mudah-mudahan membawa banyak manfaat bagi kita semua, terutama hikmah yang tersirat dari wasiat-wasiat nenek moyang kita, para leluhur Nusantara. Menjadi harapan kita bersama di tengah carut-marut keadaan negeri ini akan datang cahaya terang di depan kita. Semoga Allah ridho.
JAYALAH NEGERIKU,
TEGAKLAH GARUDAKU,
JAYALAH NUSANTARAKU…
TEGAKLAH GARUDAKU,
JAYALAH NUSANTARAKU…
KAMUS BAHASA JAWA - INDONESIA
KAMUS BAHASA JAWA – INDONESIA
Katerangan (Keterangan)
(ta) tembunga aran = kata benda
(tg) tembung ganti = kata ganti
(tk) tembung kriya = kata kerja
(tkr) tembung katrangan = kata keadaan
(tpw) tembung panguwuh = kata seru
(tpr) tembung pangarep = kata depan
(tpy) tembung panyambung = kata sambung
(ts) tembung sipat = kata sifat
(tsd) tembung sandhangan = kata sandang
(tw) tembung wilangan = kata bilangan
A
abab (ta) hawa mulut
abang (ts) merah
aba-aba (ta) aba-aba
abar (tk) menguap (zat cair)
abuh (ts) bengkak
abrit ; abrit (ts) merah
abyor (ts) bertebaran memenuhi (mis. bintang bertebaran memenuhi langit)
acung (tk) menunjuk ke atas/ unjuk jari
ada-ada (ta) inisiatif
adang (tk) menanak nasi
adas (ta) nama tanaman
adi (ts) bernilai tinggi; mempunyai kelebihan
adil (ts) adil
adhang (tk) menunggu di tempat yang akan dilewati
adhem (ts) dingin
adhep (tk) hadap
adhi (ta) adik
adoh (tkr) jauh
adol (tk) menjual
adu (tk) adu
adus (tk) mandi
agama (ta) besar; agung
agul-agul (ta) andalan; jagoan
agung (ta) api
agem (tk) pakai
ageman (ta) pakaian
ageng (ts) besar
agni (ta) api
aja (tpw) jangan
ajag (ta) anjing hutan
ajak (ts) ajak
ajang (ta) wadah
ajar (tk) ajar, belajar
ajeg (tkr) tetap
ajeng (tsb) akan
aji (ta) nilai; harga
ajur (ts) hancur
akas (tkr) alon
akas (ts) perai, keras (untuk nasi)
ala (ts) buruk
alangan (ta) halangan
alas (ta) hutan
alem (tk) puji
aleman (ts) manja
alesan (ta) alasan
aling-aling (tk) bersembunyi di balik
alis (ta) alis
alok (tk) berkata
alu (ta) antan
alum (ts) layu
alun-alun (ta) lapangan di tengah kota
alus (ts) halus
aluwung (tpb) lebih baik
ama (ta) hama
aman (ts) aman
amarga (tpy) karena
amargi; amargi (tpy) karena
amba (ts) lebar/luas
ambah (tk) jejak/jelajah/datangi
ambal (tk) ulang
ambar (tk) tersebar (untuk bau harum)
ambeg (ts) berwatak
ambèn (ta) balai-balai
ambèr (tkr) meluap (air)
ambet; ambet (ta) bau
amblas (tk) lenyap seketika
ables (tk) melesak
ambrol (tk) runtuh
ambruk (tk) tumbang/roboh
ambu (ta) bau
ambung (tk) cium
ambus (tk) endus
mbyar (tk) berserakan
ambyuk (tk) menjatuhkan diri
ambyur (tk) mencemplungkan diri ke dalam air
amèk (tk) mencari
amem (ts) melempem
amem (ts) sunyi
amis (ts) anyir
ampas (ta) ampas
ampek (tkr) sulit bernafas; sesak (untuk dada)
ampil; ampil (tk) pinjam
ampak-ampak (ta) kepulan debu
amping-amping (tk) berlindung di balik sesuatu
ampo (ta) nama jajanan terbuat dari tanah jenis tertentu
amrih (tpy) agar, supaya
anak (ta) anak
anda (ta) tangga
andaka (ta) banteng
andika (tg) anda
ancang-ancang (ta) persiapan, mengambil kuda-kuda
ancas (ta) tujuan
ancur (ta) air raksa
ancik (tk) menginjak
ancer-ancer (ta) prakiraan; ancar-ancar
andhap (ta) bagian bawah/rendah
andhang (ta) tangga kayu berkaki empat
andheng-andheng (ta) tahi lalat
andhong (ta) sejenis kereta kuda
andum (tk) berbagi
angen-angen (ta) pemikiran/ingatan
anget (ts) hangat
angga (ta) tubuh
anggak (ts) sombong
anggara (tg) selasa
anggarbini (tk, ts) hamil
anggep (tk) anggap
angger (tsb) asalkan
angger-angger (ta) peraturan
anggur (ta) anggur
anggon (tk) tempat
angin (ta) angin
angin-angin (tk) mencari udara
angkah (ta) maksud
angkara (ta) angkara
angker (ts) angker
angler (tkr) nyenyak
angluh (tkr) dengan penuh rasa tidak berdaya mengahadapi situasi yang ada
angon (tk) mengembala
angop (tk) menguap
angsal (tk) dapat
angslé (ta) nama minuman
angslup (tk) tenggelam
angur (tsb) masih lebih baik
angus (ta) angus
anjlok (tk) turun tiba-tiba
anjok (tpr) tiba di
anèh (ts, tkr) aneh
anèm (ts) muda
anom (ts) muda
antawecana (ta) Penggambaran sinopsis cerita, adegan, tokoh pagelaran wayangyang
disampaikan oleh dalang dengan cara dilagukan
antem (tk) pukul/hantam
anteng (tk,ts) tenang
antop (tk) bersendawa
antuk (tk) dapat
anyang (tk) tawar (harga)
anyang-anyangen (ts) merasa seperti ingin kencing
anyar (ts) baru
anyel (ts) jengkel
anyep (ts) tawar
anyep (ts) dingin (tubuh atau bagian tubuh)
anyes (ts) dingin (benda)
apa (tg) apa
apal (ts)) hafal
apem (ta) apam
apes (tk) sial
apek (ts) bau tidak sedap yang berasal dari barang usang atau kamar yang lama
tertutup
api-api (tk) pura-pura
apik (ts) baik
apu (ta) kapur sirih;
apura (ta) maaf
apus (ta) sejenis bambu
apus (tk) bohong
ara-ara (ta) padang
arah (ta) arah
aran (ta) nama
arang (tkr) jarang
arang-arang (ts) jarang
aren (ta) enau
areng (ta) arang
arep (tsb) hendak
arga (ta) gunung
ari (tg) adik
ari-ari (ta) tali pusat
aris (tkr) lugas
arit (ta) sabit
arsa (tkr) akan ; depan
arta (ta) uang
aruh-aruh (tk) menyapa
arus (ts) anyir
arwah (ta) arwah
asal (ta) asal
asat (ts) habis airnya (untuk sungai, danau, dsb.)
asah (tk) asah
asih (ta) kasih
asin (ts) asin
asrep; asrep (ts) dingin
asma (ta) nama
asmara (ta) asmara
asmarandana (tg) nama metrum macapat
asor (ts) nista
asor (tkr) kalah
asrep; asrep (ts) dingin
asri (ts) menyenangkan untuk dipandang
asta (ta) tangan
asta (tk) bawa
asu (ta) anjing
asung (tk) menghaturkan
asem (ta) asam (buah)
ati (ta) hati
ati-ati (tkr) hati-hati
atis (ts) dingin (untuk hawa, udara)
atos (ts) keras
atur (tk) atur
aturi (tk) beri; persilakan
atus (ts) tidak lagi mengandung air
awak (ta) badan, tubuh
awan (ta, tk) siang
awang (tk) berhitung tanpa alat bantu
awang-awang (ta) langit bebas
awas (ts) tajam (pengelihatan)
awas (tpw) awas
awèh (tk) beri
awèt (ts) tidak cepat rusak
awit (tpy) karena
awis ; awis (tkr) mahal
awis-awis; awis-awis (ts) jarang
awoh (tk) berbuah
awon awon (ts) jelek/buruk
awor (tk, tkt) bercampur dengan
awrat (tk) berat
awu (ta) abu
awur (tk) sebar
awur (tk, tkt) asal-asalan
awut (tk) membuat berantakan
ayahan (ta) kewajiban
ayam; ayam (ta) ayam
ayem (ts) tentram (hati)
ayo (tpw) ayo
ayom (tk) perlindungan
ayu (ts) cantik
aywa (tpw) jangan
B
bab (ta) bab, hal, mengenai
babad (ta) cerita sejarah
babagan (tsb) tentang
babak-bundhas (ts) babak-belur
babal (ta) putik buah nangka
babar (ts) menjadi banyak
babaran (tk) bersalin
babat (ta) bagian dalam usus sapi
babat (tk) tebang
babit (tk) mengayunkan benda dengan menahan ujungnya
babon (ta) induk ayam
babu (ta) perempuan pembantu
babut (ta) permadani
bacem (tk) peram; dimasak dengan bumbu tertentu
bacin (ts) bau bangkai
bacut (tk) lanjut
badan (ta) diri
badhé (tk) tebak
badhé; badhe (tsb) akan
badheg (ts) bau busuk
badhèk (ta) air tapai
badhug (ta) tembok rendah untuk meletakkan sesuatu
bagaskara (ta) matahari
bagus (ts) tampan
bahu (ta) 100 m2
bahu (ta) bahu; tenaga
bahureksa (ta) penguasa
bajang (ts) kerdil
bajing (ta) tupai
bajul (ta) buaya
bakal (ta) bahan pakaian
bakal (tsb) akan
bakar (tk) bakar
bakda (tkr) setelah
bakul (ta) pedagang
balang (tk) lempar
balé (ta) rumah/bangunan
balèn (tk) rujuk
bali (tk) pulang
balung (ta) tulang
banaspati (ta) hantu berbentuk api
bandar (ta) agen besar, cukong
bandar (ta) pelabuhan
bandhul (ta) bandul
banger (ts) bau busuk (misalnya dari air keruh)
banget (tkr) sangat
bangga (tk) meronta
bangir (ts) mancung
bangka (tk) mati (kasar)
bangké (ta) bangkai
bangkèkan (ta) pinggang
bangkèlan (ta) buntalan besar
bangku (ta) bangku
bangsa (ta) bangsa
banda (tk) mengikat kedua tangan ke belakang
bandayuda (tk) berperang
bandan (ta) tawanan
bandha (ta) harta
banon (ta) batu bata
bantah (ta) bantah
bantal (ta) bantal
bantala (ta) tanah
banting (tk) banting
banyak (ts) angsa
banyu (ta) air
bapa (tg) bapa/ayah
bapang (ta) parit/ genangan air
bar (tkr) selesai
barang (ta) barang
barang (ta) pertunjukan kesenian berkeliling
barat (ta) angin
barep (ts) sulung
barès (ts) terus terang
baris (tk) baris
baruna (tg) dewa lautan
barung (ts) besar; utama
baskara (ta) matahari
bata (ta) bata
batang (tk) tebak
bathang (ta) bangkai
bathara (tsd) sebutan untuk dewa
bathari (tsd) sebutan untuk dewi
bathok (ta) tempurung
bathuk (ta) dahi
bathi (ta) keuntungan
batih (ta) keluarga
baut (ts) pintar; trampil
bawa (ta) pembukaan gending
bawang (ta) bawang
bawang lanang (ta) bawang berumbi tunggal
bawèl (ts) nyinyir
bawéra (ts) subur (untuk lahan)
baya (ta) buaya
bayan (ta) petugas keamanan desa
bayar (tk) bayar
bayem (ta) bayam
bayèn (tk) melahirkan
bayi (ta) bayi
bayu (ta) angin
bebana (ta) permintaan sebagai syarat
bebandan (ta) tawanan
bebasan (tsb) seperti; layaknya
bebaya (ta) bahaya
bebayu (ta) otot
bebedhag (tk) berburu
bebucal; bebucal (tk) berhajat besar
bebudhen (ta) kepribadian
bebuwang (tk) berhajat besar
bebed (ta) kain panjang yang dipakai pria
bèbèk (ta) itik
bebrayan (tk) berkeluarga
bebungah (ta) hadiah
bebendhu (ta) hukuman
bedhigasan (ts) tingkahnya tidak karuan; tidak bisa diam
bengkok (ta) tanah yang hak garapnya diberikan kepada lurah sebagai bagian dari
fasilitas jabatan
becik (ts) baik
becus (ts) mampu
béda (ts) berbeda
béda (tk) goda
bedaya (ta) tarian sakral yang menjadi ciri khas keraton
bédhah (ts) terbuka paksa
bedhidhing (ta) udara dingin di musim kemarau
begawan (ta) pendeta
begundhal (ta) kaki-tangan
beja (ts) beruntung
bejat (ts) rusak
béka (tk) meronta
bekasakan (ta) hantu hutan
beksa (ta) tari
beksan (ta) tarian
belang (ta, ts) belang
belèk (tk) iris sepanjang garis tengah
bèlèk (ta) kotoran mata
belik (ta) sumber air
beling (ta) kaca
bena (ta, ts) banjir
bendara (ta) majikan
bendha (ta) nama pohon
bendhé (ta) gong kecil
bendhel (ta) ikatan
bendho (ta) alat pemotong (sejenis celurit)
bendhol (ta) bengkak
bener (tkr) benar
bengawan (ta) sungai
bengep (ts) sembab
bengi (ta) malam
benik (ta) kancing baju
bening (ts) jernih
benjut (ts) menjadi empuk karena tekanan/hantaman
beras (ta) beras
bèrèng (ta) luka di sudut bibir
berèt (ts) tergores
besar (ta) nama bulan dalam kalender jawa
bèsèr (ts) sebentar-sebentar kencing
besèt (ts) sayat
besmi (tk) bakar
besus (ts) pandai; trampil
bethèk (ta) pintu pagar
bekti (ta) bakti
beta (tk) bawa
betah (tkr) betah; enggan pergi
betah; betah (tk) butuh
beton (ta) biji nangka
beya (ta) biaya
binarung (tkr) seiring; diiringi
bingar (ts) ceria
binggel (ta) gelang kaki
bingget (ta) tanda dikulit akbiat jepitan atau lilitan yang ketat
biyèn (tkr) dahulu
blaka (tk) berterus terang
blalak-blalak (ts) membeliak; besar (untuk mata)
blanak (ta) jenis ikan
blatèr (ts) ramah; mudah bergaul
blarak (ta) daun kelapa kering
bledhèg (ta) guntur
bledhèh (tk) terbuka kancingnya (untuk baju)
blèdru (tkr) salah pilih/tertukar karena mirip
bléncong (ta) lampu minyak untuk penerangan dalam pagelaran wayang kulit
bléndrang (ta) sisa masakan bersantan yeng sudah dipanaskan berkali-kali
blereng (ts) tidak nampak jelas; kabur
blesek (tk) membenamkan ke dalam tumpukan
blirik (ts) berbintik kecil (mis. panci, ayam)
bloloken (tkr) silau
blondho (ta) endapan yang dihasilkan dalam pembuatan minyak kelapa
blorok (ts) bulunya berbintik hitam putih (untuk ayam betina)
bluluk (ta) buah kelapa yang masih sebesar telur
bocah (ta) anak
bodho (ts) bodoh
bodong (ts) pusar yang menonjol keluar
boga (ta) pangan
bojo (ta) suami/isteri
bokong (ta) pantat
bokor (ta) mangkuk besar
bolong (ts) berlubang
bolot (ta) daki
bonang (ta) alat musik pukul, bagian dari gamelan
bong (tk) bakar
bong (ta) makam Cina
bong (ta) tukang khitan
borok (ta) luka lama
boyong (tk) pindah
brabak (tk) berubah merah (wajah)
brahala (ta) raksasa sebesar gunung
brahmana (ta) pendeta
brambang (ta) bawang merah
bramantya (ts, ta) marah, kemarahan
brangasn (ts) mudah marah
branta (ta) asmara
brastha (tk) berantas
bréwok (ta) bercambang
brindhil (ts) habis jarena dicabuti
brodhol (ts) terlepas ikatannya
brudhul (tk) keluar berama-ramai/berbarengan
brobos (tk) masuk melalui celah atau kolong
brojol (tk) keluar sebelum waktunya; keluar dari bungkusan
brongkos (tg) nama masakan
brukut (ts) terbungkus rapat
brutu (ta) tunggir ayam
bubar (ts) bubar; selesai
bubul (ta) semacam bisul di telapak kaki
bubur (ta) bubur
bubut (tk) mencabuti
buda (tg) rabu
budeg (ts) tuli
budeng (tg) kera hitam
bujana (ta) hidangan
bujel (ts) tumpul
bulak (ts) pudar warnanya
bulak (ta) daerah terbuka/ padang
bulan (ta) bulan
bumbu (ta) bumbu; rempah-rempah
bumbung (ta) tempat berbentuk pipa besar atau terbuat dari bambu
bumpet (ts) tersumbat
bunder (ts) bundar
bundhas (ts) melecet (cedera)
bundhel (ts) ujungnya membulat
bundhet (ts) diberi ikatan mati pada ujungnya (mis. benang)
bung (ta) rebung
bungah (ts) gembira
bungkem (tk) diam; tidak mau mengatakan apa-apa
bungkik (ts) kerdil
bungkil (ta) ampas minyak kacang
bungkus (ta) bungkus
bungur (tg) nama tanaman
buntel (tk) bungkus
buntet (ts) buntu; tidak berongga
buntil (ta) masakan terbuat dari kelapa muda, ikan teri dan daun keladi sebagai pembungkus
buntu (ts) buntu
buntung (tsa) hilang/patah bagian ujungnya
burek (ts) legap
bureng (ts) tidak jelas terlihat
buri (tkr) belakang
burik (ts) bopeng
buru (tk) kejar
buruh (ta) bekerja untuk orang lain
busana (ta) pakaian
busana (tk) berpakaian
buthak (ts) botak
buthuk (ts) membusuk (untuk ikan)
buwang (tk) buang
buyut (ta) cicit
buyuten (ts) bagian tubuhnya bergerak-gerak tidak terkendali karena ketuaan
C
cabar (ts) kehilangan arti
cabé (ta) nama rempah untuk jamu
cacat (ts) cacat
cadhong (tk) menadahkan tangan
cagak (ta) tongkat/penyangga
cakepan (ta) lirik lagu
cakot (tk) gigit
cambah (ta) tauge
campur (tk) campur
candala (ts) jahat
candhik kala (ta) semburat merah di langit pada saat senja hari
candra (ta) bulan
candra (ta) kiasan
cantrik (tg) murid padepokan
candramawa (ta) kucing hitam
cangkem (ta) mulut
cangking (tk) jinjing
cangkir (ta) cangkir
cangklong (ta) pipa
cangklong (tk) menyandang di bahu (mis. tas)
cakra (ta) senjata dalam pewayangan; lingkaran
canthas (ts) bicaranya lantang (untuk wanita)
canthèl (ta) sejenis jagung
cantheng (ta) radang di jari, umumnya di ibu jari kaki akibat tertusuk kuku
canthing (ta) alat untuk membatik
canthol (tk) cantol
capil (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caping (ta) topi petani, bentuknya bulat berujung runcing
caplak (ta) penyakit kulit
caplok (tk) memasukkan semua ke dalam mulut
cara (ta) cara
caraka (ta) utusan
carang (ta) ranting
carita (ta) cerita
carup (tk) raup
cathèk (tk) gigit (anjing)
cathet (tk) catat
catur (ts) empat
caturan (tk) bercakap-cakap
cawang (ta) tanda V
cawet (ta) celana dalam
cawé-cawé (tk) turun tangan, ikut campur
cawis (tk) sedia
cawik (tk) cebok
cawuk (tk) mengambil dengan cara menyendokkan tangan
cecak (ta) cicak
cedhak (ts) dekat
cédhal (ts) cadel; tidak bisa mengucapkan bunyi tertentu dengan benar
cegat (tk) hadang
cèkèr (ta) kaki unggas
cekel (tk) pegang
celempung (ta) alat musik bagian dari gamelan
cekak (ts) tidak mencukupi; ukurannya tidak memadai; pendek sekali
cekakakan (tk) tertawa-tawa dengan keras
cekakik (ta) ampas kopi (sisa setelah diminum)
celak (ts) dekat
celak (ta) penegas garis tepi mata
celuk (tk) panggil
celak (ta) penegas garis tepi mata
cemani (ts) hitam
cemawis (ts) tersedia
cemeng (ta) hitam
cemèng (ta) anak kucing
cemèt (ts) pipih karena tertimpa/tertekan beban berat
cemplang (ts) tidak sedap/ kurang pas (mis. nada, rasa)
cemplung (tk) masuk (dalam cairan)
cendhak (ts) pendek
cengkir (ta) buah kelapa yang masih sebesar kepalan, belum berdaging buah
cepak (ts) tersedia, siap
cepak-cepak (tk) siap-siap
cepeng; cepeng (tk) pegang
ceplus (tk) gigit (untuk cabai)
cepuk (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
cerek (ta) tanda bunyi “re” pada aksara Jawa
cèrèt (ta) cerek
ceriwis (ts) banyak bicara
cetha (tkr) jelas
cethèk (tk) dangkal
céthok (ta) sendok semen
cethik (tk) menyalakan (api)
cethil (ts) pelit
cethot (tk) cubit besar
cicil (tk) angsur
cicip (tk) merasai
cidra (tk) tidak menepati janji
cidra (tk) curi; culik
cilaka (ts) celaka
cilik (ts) kecil
cingak (ts) terkejut karena heran
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
clingus (ts) pemalu, tidak percaya diri
cluluk (tk) tiba-tiba berkata
cluthak (ts) suka mencuri makanan (untuk hewan, terutama kucing)
clomètan (tk) berteriak tak beraturan/bersahutan
climèn (tkr) kecil-kecilan
cocot (ta) mulut (kasar)
colong (tK) curi
colok (ta) penerangan/ obor
congor (ta) hidung binatang berkaki empat
conthèng (ta) coret silang
coplok (tkr) tanggal
copot (ta) tanggal/cabut
coro (ta) kecoa
cotho (ts) repot karena ditinggalkan; kehilangan andalan
crah (tkr) bercerai; saling bermusuhan
cubles (tk) menusuk dengan benda runcing
cubluk (ts) bodoh
cucuk (ta) paruh
cucakrawa (ta) nama burung
cungkup (ta) atap makam
culek (tk) mencolok mata
culik (tk) mengambil sebagian nasi yang sedang dimasak
culik (tk) culik
cunduk (ta) tusuk
cundrik (ta) keris kecil
cupet (ts) terbatas
cupu (ta) wadah kecil, biasanya untuk menyimpan perhiasan
curek (ta) kotoran telinga
cures (ts) habis/tertumpas
curut (ta) tikus bermoncong runcing
cuthik (ta) tongkat penunjuk/ potongan dahan
cuwa (ts) kecewa
cuwil (tk) mengambil sebagian kecil
cuwil (tkr) terkoyak/terpotong /pecah sedikit di bagian tepi
D
dadak (ta) harus, terpaksa
dadakan (tkr) tanpa rencana
dadakan (ta) pemicu timbulnya permasalahan
dadar (ta) makanan/ telor digoreng melebar tipis
dadèn-dadèn (ts) jadi-jadian
dhadhal (ts) runtuh terbawa arus air
dadi (ts) jadi
dados; dados (ts) jadi
dagang (tk) berdagang
dahana (ta) api
dahuru (ta) huru-hara
dahwèn (ta) suka mencerca
(ts) dalah (tpy) dan; bersama dengan
(ts) dalan (ta) jalan
(ts) dalem (ta) rumah
dalu; dalu (ta, tkr) malam
(ts) damar (ta) lak
damar (ta) pelita
damèn (ta) barang padi
dami (ta) jerami nangka
damu (tk) tiup
dandan (tk) bersolek/ merias diri
dandan-dandan (tk) memperbaiki bangunan (rumah dsb.)
dandang (ta) periuk nasi
dandos; dandos (tk) perbaiki
danawa raksasa
dara (ta) burung dara
dara (ts) betina muda (untuk ayam)
darbé (tk) milik, mempunyai
darma (ta) darma, kewajiban dalam hidup
dasa (tw) puluh
dawa (ts) panjang
dawet (ta) cendol
daya (ta) daya
daya-daya (tkr) bersegera
dédé (tkr) bukan
degan (ta) kelapa muda
deling (ta) bambu
demèk (tk) pegang
déné (tpy) sedangkan
dengkul (ta) lutut
désa (ta) desa
déwa (ta) dewa
dhadha mengakui kesalahan
dhadha (ta) dada
dhadhak (ta) getah
dhadhakmerak (ta) pemain dalam kesenian reog yang memakai hiasan bulu merak di kepalanya
dhadhu (ta) dadu
dhadhung (ta) tali
dhagelan (ta) lawak
dhangka (ta) tempat asal
dhalang (ta) dalang
dhawah; dhawah (tk) jatuh
dhawuh (ta; tk) ucapan; perintah; memerintahkan
dhayoh (ta) tamu
dhédhé (tkr) berjemur
dhèdhèl (ts) terlepas jahitannya
dhèdhès (ta) bau harum yang keluar dari tubuh musang
dhedhes (tk) mendesak seseorang dengan pertanyaan agar ybs mengaku/ membuka rahasia
dhemen (tk) suka
dhèmpèt (ts) melekat/rapat
dhèndhèng (ta) daging dikeringkan dengan bumbu tertentu
dhéwé (tkr) sendiri; sendirian
dhidhis (tk) mencari kutu di kepala sendiril
dhingklang (ts) pincang
dhingkluk (tk) tunduk/menghadak ke bawah
dhodhog (tk) ketuk pintu
dhodhos (tk) lubangi dari bawah
dhompol (tw) untaian dalam 1 tangkai (untuk buah)
dhondhong (ta) nama buah
dhongkol (ta) mantan pejabat
dhoyong (ts) miring
dhudha (ta) duda
dhupak (tk) tendang menggunakan tumit
dhuwit (ta) uang
dhuwur (ts) tinggi
dingklik (ta) bangku kecil
disik (tkr) terlebih dulu
dluwang (ta) kertas
dolan (tk) bertandang
dolanan (ta, tk) bermain, mainan, permainan
donga (ta) doa
dora (tkr) tidak terus terang
dosa (ta) dosa
drèngès (ta) bunga sirih
driji (ta) jari
dubang (ta) ludah merah/ ludah orang yang makan sirih
duduh (ta) kuah
duduh (tk) beritahu
dugang (tk) tendang dengan lutut
dulur (ta) saudara
dulit (tk) colek
dumuk (tk) sentuh
dumunung (tk) berada; bertempat
dunung (ta) tempat
duratmaka (ta) pencuri
duren (ta) durian
durung (tkr) belum
dustha (tk) curi
duwa (tk) tentang, lawan, tidak menyetujui
dwi (tw) dua
E
éca; éca (ts) enak
édan (ts) gila
eden (tk) ejan
édhum (ts) terlindung dari sinar matahari
èdi (ts) indah
éka (tw) satu
elar (ta) bulu unggas
èlèk (ts)
éling (tk, ts) ingat, sadar
élok (tkr) aneh, ajaib
eluk (tk) tekuk
éman (tk) sayang kalau hilang atau rusak
embah (ta) nenek/kakek
embuh (tpw) entah
emoh (tk) tidak mau
emplok (tk) memasukkan ke mulut
empuk (ts) lembut
émut ; émut (tk) ingat
emut (tk) kulum
enak (ts) enak
èncèr (ts) cair
éndah (ts) indah
endas (ta) kepala binatang
éndha (tk) berkelit
éndhang (ta) gadis padepokan
éndhang (tk) jenguk
endi (tg) mana
endog (ta) telur
enek (ts) mual
enem (tw) enam
enep (tk) endap
ener (ta) arah
énggal (tkr) cepat
énggal (ts) baru
énggar (tk) hibur
énggok (tk) belok
enggon (ta) tempat
enjing; enjing (ta, tkr) pagi
entas (tk) angkat, ambil
enték (ts) habis
entén (tk) tunggu
entén-entén (ta) isi jajanan terbuat dari partan kelapa dimasak dengan gula merah
énthéng (ts) ringan
énthong (ta) sendok nasi
éntuk (tk) dapat, boleh
entup (ta) sengat
entut (ta) kentut
enyang tawar (harga)
epang (ta) dahan
erah (tk) ambil
éram (tk) heran
eri (ta) duri
esthi (tk) latih; pelajari
estu (tkr) sungguh, jadi
esuk (ta, tkr) pagi
éthok-éthok (tk) pura-pura
éwa (ts) kecewa
éwadéné (tpy) walaupun demikian
éwah (tk) ubah; berubah
éwuh (tk) rikuh; serba salah
éyang (ta) terlindung dari sinar matahari atau hujan
éyup (ts) terlindung dari sinar matahari atau hujan
G
gada (ta) gada; senjata pemukul
gadhah (tk) mempunyai
gabah (ta) padi yang telah terlepas dari tangkainya
gagah (ts) gagah
gagak (ta) burung pemakan bangkai
gagang (ta) tangkai
gagas (tk) pikir
gagasan (ta) pemikiran
gagé (tkr) cepat
gajah (ta) gajah
gajih (ta) lemak jenuh
galak (ts) galak
galar (ta) batang bambu; alas kasur
galengan (ta) jalur pembatas petak sawah
galih (tk) merasakan dalam hati
gaman (ta) senjata
gambang (ta) alat musik pukul, bagian dari gamelan
gambar (ta) gambar
gambas (ta) petola
gambir (ta) buah pinang yang sudah diolah
gambir anom (ta) nama tarian ksatria
gambyong (ta) nama tarian untuk menyambut tamu
gamel (tg) tukang merawat kuda
gamelan (ta) alat musik Jawa
gampang senang/mudah
gampil (ts) gampang
gamping (ta) kapur tembok
ganda (ta) bau
gandarwa (ta) hantu besar hitam
gandheng (ts) gandeng
gandhes (ts) luwes
gandhol (tkr) bergantung pada sesuatu
gandhul (tkr) tergantung (untuk benda yang berat)
ganep (ts) gebap
gangsal (tw) lima
gangsar (tkr) lancar
ganjar (tk) ganjar
ganjaran (ta) hadiah
ganjil (ts) ganjil
gantung (tk) gantung
gaplek (ta) singkong yang dikeringkan
gapuk (ts) rapuh dimakan usia (untuk kayu)
gapyuk (tkr) tidak sengaja bertemu berhadapan
garan (ta) gagang
garing (ts) kering
garu (ta; tk) alat penggaruk tanah; menggaruk tanah
garudha (ta) garuda, nama burung dalam mitos Jawa
garwa (ta) suami/istri
gasik (tkr) awal
gatel (ts) gatal
gathot (ta) makanan dari gaplek
gawan (ta) bawaan
gawang-gawang (tk) terbayang
gawat (ts) gawat
gawé (tk) buat
gayuh (tk) capai
geber (tk) layar penutup panggung
gebug (tk, ta) hantam badan dengan benda keras; pemukul besar
gedhang (ta) pisang
gedhé (ts) besar
gegana (ta) angkasa
gegayuhan (ta) keinginan/cita-cita
geger (ta) punggung
gègèr (tkr) riuh
gegedhug (ta) pimpinan (untuk kelompok penjahat, pembuat onar)
gela (ts) kecewa
gelak (tk) percepat
gelang (ta) gelang
gelar (tk) bentang (tikar)
gelas (ta) gelas
gelem (tk) mau
gelis (tkr) cepat
gemak (ta) burung puyuh
gemang (tk) tidak mau
gembili (ta) sejenis ubi/talas
gemblak (ta) anak lelaki yang dijadikan kekasih seorang lelaki
gemblung (ts) tidak normal pikirannya
gembok (ta) gembok
gembor (ta) alat untuk menyiram tanaman
gemes (tk) gemas
gemlethak (ts) bergeletakan
gemlundung (tk) bergelundungan
gemuk (ta) lemak; pelumas
gemrégah (tk) bangkit seketika
gemrubug (tkr) menderu (suara angin)
gemrudug (tkr) pergi/datangnya dalam jumlah besar
genah (ts) jelas
gendèr (ta) nama alat musik pukul
gendhakan (ta) wanita simpanan
gendhèng (ts) atap seng
genthèng (ts) genteng
gendheng (ts) gila
gendhing (ta) musik Jawa
gendhuk (tg) panggilan untuk anak perempuan
gendruwo (ta) hantu besar hitam
gendul (ta) botol
geni (ta) api
gènjèr (ta) nama sayuran
genjot (tk) genjot
gèntèr (ta) galah
genthong (ta) tempayan
genuk (ta) tempayan kecil
gepuk (tk) pukul
geplak (ta) nama jajanan terbuat dari kelapa parut dan gula
gèpèng (ts) pipih
gerah (ts) sakit
gerang (ts) dewasa
gerèh (ta) ikan asin
gering (ts) sakit
germo (ta) mucikari
gero-gero (tk) menangis melolong-lolong
gèsèh (ts) berbeda; tidak pas
geseng (ts) hitam
getak (tk) hardik
getap (ts) cepat bertindak/bereaksi
getas (ts) retas; mudah patah
gèthèk (ta) rakit
gething (tk) benci
gethuk (ta) singkong rebus tumbuk
getih (ta) darah
getir (ts) rasa antara pahit menusuk
getun (ts) menyesal
gila (ts) jijik
gilig (ts) tidak pipih
ginanjar (tk) diberi hadiah/ganjaran
giris (ts) ngeri
githok (ta) belakang leher
glangsaran (tkr) jatuh terkapar
glathik (ta) burung gelatik
glenik (tk) bujuk
glethak (tk) terletak
glindhing (tk) menggelinding; bergulir
gludhug (ta) guruh
glundhung (tk) menggelinding; terguling
gobang (ta) uang logam
gocèk (tk) berpegang
godhag (ts) mampu berbuat
godhog (ts, tk) rebus
godhong (ta) daun
gombak (ta) surai kuda
gombal (ta) kain usang
gondhal-gandhul (ts) berayun-ayun (untuk benda yang tergantung)
gondhangen (ts) bengkak setelah dikhitan
gondhelan (tk) berpegang
gondhok (ta) bengkak pada kelenjar di leher
gondhol (tk) bawa lari/gonggong
gondhong (ta) bengkak pada leher
gosong (ts) hangus
gothot (ts) berotot
gotong (tk) angkat
gowang (ts) berlubang pada tepi (gigi, pisau)
grabah (ta) perlengkapan rumah dari tanah liat
gragal (ta) kerikil besar
gragapan (tkr) dalam keadaan belum sepenuhnya terjaga dari tidur
grahana (ta) gerhana
grana (ta) hidung
grapyak (ts) ramah
grenengan (tk) berbicara dengan suara rendah
grèsèk (tk) mencari di antara sisa-sisa
gringgingen (ts) kesemutan
gringsing (tg) jenis kain/tenunan
griya (ta) rumah
gruwung (ts) berlubang
grudhal (ta) kotoran gigi
gudig (ta) kudis
gudir (ta) agar-agar
gugah (tk) bangunkan
gugu (tk) percaya
gulu (ta) leher
gulung (tk) gulung
guling (ta) guling
gumpil (tk) runtuh (tanah)
gumuk (ta) bukit kecil
gumyak (kr)) ramai; ceria
gundhul (ts) tidak berambut
gundhul (ta) kepala
gurah (ta) nama tanaman
gurah (tk) membersihkan saluran pernafasan menggunakan getah tanaman gurah
gusah (tk) halau
guwa (ta) gua
guyon (tk) gurau
guyub (ts) rukun damai
gudheg (ta) masakan terbuat dari nangka muda
gori (ta) nangka muda
gogor (ta) anak harimau
gugur (tk) mati di medan perang
grudug (tk) pergi/ datang dalam jumlah besar
gya (tkr) segera
H
hastha (tw) delapan
hara (tpw) coba
hayo (tpw) hayo
I
iba (tsb) betapa
iberé (ta) terbang
ibu (ta) ibu
ical; ical (ts) hilang
idep (ta) bulu mata
ider (tk) berjualan berkeliling
idu (ta) ludah
idhep-idhep (tsb) sekalian; hitung-hitung
idhi (ta) izin
iga (ta) tulang belikat
iguh (ta) upaya; cara
ijir (tk) berhitung
ijem; ijem (ts) hijau
ijo (ts) hijau
ijol (tk) tukar
iket (ta) ikat kepala
iki (tg) ini
iku (tg) itu
iler (ta) air liur
iming-iming (ta) hadiah yang dijanjikan
ila-ila (ta) kepercayaan; pantangan
ilat (ta) lidah
iler (ta) liur
ili (ta) aliran (air, darah, dsb.)
imbal (tsb) berselang-seling; saling
imbu (tk) peram
imbuh (tk) tambah; bonus
impèn (ta) mimpi; impian
ina (ts) hina
ing (tpr) di
inger (tk) geser dengan sedikit mengubah arah
ingklik (ta) bunga singkong
ingklik (tkr) cepat-cepat berlalu; berjalan cepat
ingkung (ta) ayam panggang utuh
ingsun (tg) saya
ingu (tk) memelihara (hewan)
ingon-ingon (ta) hewan peliharaan
inuman (ta) minuman
iring (tk) iring
iringan (tkr) samping
ireng (ts) hitam
isep hisap
isih (tkr) masih
isin (ta, ts) malu
isis (ts) sejuk terkena semilir angin
iwak (ta) ikan
J
jabang (ta) bayi
jabel (tk) cabut kembali
jabut (tk) cabut
jadah (ta) nama jajanan dari ketan
jaé (ta) jahe
jaga (tk) jaga
jagabaya (ta) petugas keamanan desa
jagad (ta) dunia
jagal (ta) tukang potong hewan ternak
jagang (ta) penopang, standar
jail (ts) jahil
jajah (tk) menguasai wilayah negara lain
jajah (ts) telah bepergian ke berbagai pelosok
jajal (tk) coba
jajan (ta) makanan ringan
jaka (ts) jejaka
jala (ta) jala
jaladri (ta) lautan
jalak (ta) nama burung
jalaran (ta) penyebab
jaler; jaler (ts) laki-laki
jalma (ta) manusia
jalu (ta) taji
jaluk (tk) minta
jaman (ta) jaman
jamas (tk) keramas
jambak (tk) tarik rambut
jamban (ta) peturasan; kamar mandi
jambé (ta) pinang (tanaman)
jambul (ta) jambul
jamu (ta) obat tradisional jawa
jan (tpw) sungguh-sungguh
jangan (ta) sayur
jangar (ts) rasa sakit dan panas di kepala
jangga (ta) leher
janggel (ta) tongkol jagung
janggut (ta) dagu
jangka (ta) jangka; ramalan
jangkar (tk) memanggil nama, tanpa sebutan penghormatan
janma (ta) manusia
japa (ta) mantra
jarak (tk) cari perkara
jaran (ta) kuda
jarang (ta) air panas
jaré (tk) katanya
jarem (ts) tuam
jarik (ta) kain panjang
jarit (ta) kain panjang
jarké (tk) biarkan
jarwa (tk) cerita, terjemah
jatah (ta) jatah
jathilan(ta) tarian kuda kepang
jatukrama(ta) jodoh
jawa (ta) jawa
jawa (ts) bertanggung jawab; tahu kewajibannya
jawah; jawah (tk,ta) hujan
jawat (tk) ganggu, godha (antara pria dan wanita)
jawata (ta) dewa
jawi (ta) jawa
jawil (tk) senggol
jaya (ts) jaya
jèbèng (ta) panggilan untuk bayi
jegog (tk) salak (anjing)
jegur (tk) terjun ke dalam air
jejeg (tk) tendang
jejeg (ts) tegak
jejer (ta) adegan dalam pagelaran wayang yang menggambarkan ertemuan raja,
para punggawa serta keluarga istana
jèjèr (ts) bersanding, bersebelahan
jejuluk panggilan, sebutan
jelih (tk) teriak
jembar (ts) luas
jembrak (ts) rambut yang gondrong dan berdiri
jèmbrèng (tk) buka lebar (untuk kain, kertas, dsb.)
jembut (ta) rambut kemaluan
jempalik (tk) terguling ke arah berlawanan
jempol (ta) ibu jari
jemuwah (ta) jumat
jenang (ta) bubur halus
jenar (ts) merah; kuning emas
jenaté (ts) Al,arhum
jené (ta) kuning
jeneng (ta) nama
enggèlèk (tkr) bangkit secara tiba-tiba
jenggong (tk) salak (anjing)
jengkar (tk) pindah, meninggalkan tempat
jèngkèl (ta) jengkel
jengking (tk) tungging
jengkol (ta) jering
jenthik (ta) kelingking
jepit (tk) jepit
jeplak (tk) membuka dengan cepat
jeram (ta) jeruk
jèrèng (ts) juling
jerit (tk) jerit
jero (ts) dalam
jerohan (ta) isi perut
jeruk (ta) limau
jethungan (tk) petak umpet
jèwèr (tk) ditarik telinganya
jimat (ta) jimat
jirih (ts) penakut
jiwa (ta) jiwa
jiwit (tk) cubit
jlèntrèh (tk) jelaskan
jodho (ta) jodoh
jojoh (tk) cucuk dengan benda tajam
jomplang (ts) tidak setimbang
jorok (tk) dorong sampai jatuh
jothak (tk) seteru
juju (tk) suap langsung ke dalam paruh
jujug (tk) langsung menuju
jujul (ta) kembalian
jujur (ts) lurus
jujur (ts) jujur
julungpujut (tg) nama wuku dalam penanggalan jawa
julungwangi (tg) nama wuku dalam penanggalan jawa
jumadilakir (tg) nama bulan dalam penanggalan jawa
jumadilawal (tg) nama bulan dalam penanggalan jawa
jumantara (ta) angkasa
jumawa (ts) angkuh
jumbuh (ts) bertemu, cocok (untuk pendapat, pemikiran)
jumpalitan (tk) berguling-guling (koprol)
jungkat (ta) sisir
jupuk (tk) ambil
juragan (ta) majikan
juwèh (ts) suka memberikan komentar tentang urusan orang lain
juragan (ta) majikan
K
Kabeh semua
Kacu sapu tangan
Kacuk kemaluan laki laki
Kacung pelayan
Kademen kedinginan
Kadingaren tumben
Kadipaten kadipaten
Kadohan kejauhan
Kakehan kebanyakan
Kambil kelapa
Kampleng pukul
Kampul2 mengambang
Kampung kampung
Kana sana
Kanca teman/kawan
Kanda bilang/mengatakan
Kandang kandang
Kapok kapok /tidak mau mengulangi
Kapuk kapas
Kasep terlambat
Kasur kasur
Kathok celana
Kawat kawat
Kebak penuh
Kemu kumur
Kecelek tertipu/terlambat tidak mendapatkan apa apa
Kecik biji
Kemaki belagu ( laki-laki )
Kemayu genit ( perempuan)
Kembang bunga
Kembar kembar
Kembung kembung
Kemingkel terbahak
Kena kena
Kene sini
Kenceng banter
Kendel berani
Kendi kendi
Kendil periuk nasi dari tanah
Kendo longgar/kurang kuat/rapat
Kerdus kardus
Kethak jitak
Kenthir gila
Kenthongan kentongan
Keplok tepuk tangan
Kere kere/gembel
Kerek kerek
Keri ketinggalan
Keselak tersedak
Kikir kikir
Kisruh kisruh
Kiwa kiri
Klambi baju kemeja
Klapa kelapa
Klebu masuk
Klebon kemasukan
Klilip kelilipan
Kluwih nangka sayur
Kobong terbakar
Kodok katak
Kocak kocak
Kolak kolak
Konangan ketahuan
Kondang terkenal
Koplok pukul
Kopong tidak ada isinya, kosong
Kosok Balen sebaliknya
Kosokan gosokan
Kothak kotak
Krama bahasa jawa halus, kawin
Kramas keramas
Kramat keramat
Kucing kucing
Kudu harus
Kudung kerudung
Kulit kulit
Kulu tetelan
Kumat kambuh
Kumu kumur
Kuna kuno
Kura kura-kura
Kutha kota
Kuwat kuat
Kuwi itu
L
Labuh berlabuh
Ladrang istilah dalam seni karawitan
Laku perjalanan hidup/cobaan yang harus dilalui
Lalen pelupa/gampang lupa
Laler Lalat
Lali lupa
Lambaran dasar/alas
Lambe bibir
Lamur kabur (pandangan)
Lanang laki-laki
Lancang lancang
Landep tajam
Lapangan tanah lapangan/lapangan sepak bola
Lara sakit
Laras laras
Laris laris
Latar halaman
Lawa kelelawar
Legi manis
Lelakon cerita hidup
Lelayu berita kematian
Lemah tanah
Lemes lemas
Lempung tanah liat
Lemu gemuk
Lemut nyamuk
Lenga minyak
Lengen lengan
Lenggah duduk
Lesehan lesehan
Lesus angin lesus
Lima lima
Limpung ubi goring
Lindu gempa bumi
Linggih duduk
Lintang bintang
Lintu tukar
Lirih pelan
Liya lain
Liyane yang lain
Lobok kebesaran/kegedean
Loji rumah besar bertingkat
Loma murah hati/dermawan
Lombok cabe/lombok
Londo belanda/orang barat
Lor utara
Loro dua
Luber meluber
Lugu lucu
Lumantar melalui sesuatu
Lumrah wajar
Lunga pergi
Lungguh duduk
Lurah lurah
Luwe lapar
Luwih lebih
O
obah (tk) bergerak
obong (tk) bakar
obor (ta) obor
obok-obok (tk) aduk-aduk menggunakan tangan ( biasanya ke air )
oceh (tk) cakap
ogak (ts) goyang (untuk gigi)
ombak (ta) ombak
ombe (tk) minum
omben-omben (ta) minuman
omber (ts) luas
ombyok (tw) ikatan besar (untuk sayuran, buah- buahan, dsb.)
omong (tk) cakap
ompol (ta) air kencing yang dikeluarkan dalam tidur
opak (ta) kerupuk dari umbi-umbian
ora (tkr) tidak
orak-arik (ta) masakan dari telur
orat-arit (tk) berantakan
osik (ta) gerak
owah (ts) gila
owah (tk, ts) berubah
oyok (tk) rebut
oyot (ta) akar
U
ubarampé (ta) perlengkapan
ucek (tk) gosok-gosokkan (mata, cucian)
uceng (ta) jenis ikan sungai
udakara (tpy) kira-kira, kurang lebih
ucul (tk, ts) terlepas
udal-udal (tk) membongkar
udan (ta) hujan
udani (tk) telanjangi
udel (ta) pusar
udheng (ta) ikat kepala
udi (tk) ajar; pelajari
udud (ta; tk) rokok; merokok
udun (ta) bisul
udur (tk) berdebat
uga (tkr) juga
ugal-ugalan (tkr) bertindak tanpa mengindahkan aturan
ugel-ugel (ta) pergelangan tangan
uger-uger(ta) kusen
uget-uget (ta) larva
ugi (tkr) juga
ugungan (ts) senang dipuji
uja (tk) penuhi segala keinginan
ujar (ta) perkataan
ujub (tk) laksanakan
ujur (ta) membujur
ukara (ta) kalimat
ukir (tk) ukir
ula (ta) ular
ular-ular (ta) petuah
ulem (tk) undang
uleng-ulengan
uler (ta) ulat
ules (ta) warna (untuk binatang)
ulet (ts) liat
ulu (tk) telan
ulung (tk) serah
uman (tk) kebagian
umbar (tk) biarkan/ lepaskan
umbel (ta) ingus
umbul (ta) gambar
umbul (ta) mata air
umbul-umbul (ta) bendera
umek (ts) tidak bisa diam
umik-umik (tk) komat-kamit
umob (ts) didih
umpak (ta) alas tiang
umplung (ta) kaleng
umum (tk) umum
umur (ta) umur
umyek (tk) sibuk sendiri
undamana (tk) maki-maki
undang (tk) panggil
under (tkr) pusat, inti
undha (tk) terbangkan (untuk layang-layang)
undha-undhi (tks) sama saja, selisih usianya sedikit
undhuh (tk) petik/tuai
undur (tk) gerak ke belakang
undur-undur (ta) nama serangga
uni (ta) bunyi, suara
unjuk (tk) geser naik
unjuk (tk) minum
unta (ta) onta
untab (tk) temani saat-saat keberangkatan
untal (tk) telan semuanya
untel-untel (tk)
unthuk (ta) busa
unting (tk) ikat segepok
untir (tk) pelintir
untu (ta) gigi
untup-untup (tk) muncul sedikit
upama (tpy) umpama
upaya (ta) upaya
ura-ura (tk) bernyanyi
urik (ts) curang
urip (tk,ts) hidup
usada (ta) obat
usir (tk) usir
usus (ta) usus
usus-usus (ta) tali kolor
utang (ta) hutang
uwa (tg) sebutan untuk kakak ayah/ibu
uwal (tkr) terlepas dari ikatan (untuk manusia)
uwan (ta) uban
uwang (ta) rahang bawah
uwi (ta) talas
uyuh air seni
uyup hirup (untuk cairan, mis. kuah sayur)
W
waca (tk) baca
wacana (ta) wacana, diskursus
wadal (ta) tumbal
wadanan (ta) julukan
wadas (ta) cadas
wadat (tkr) tidak menikah
wadhag (ta) jasmani
wadhah (ta) tempat
wadhang (ts) masakan kemarin (untuk nasi)
wadhuk (ta) bendungan
wadhuk (ta) perut
wadi (ta) rahasia
wadon (ts) perempuan
wadul (tk) mengadu
wagé (tg) nama pasaran
wagu (ts) janggal
waja (ta) gigi
waja (ta) baja
wajan (ta) kuali
wajik (ta) nama jajanan terbuat dari ketan
wajik (ts) jajaran genjang
walanda (tg) belanda
walandi (tg) belalang
walang (ta) belalang
walèh (tkr) bosan
wales (tk) balas
walesan (ta) gagang pancing
wali (ta) wali
walik (ta) balik
waluh (ta) labu
waluya (ts) sehat
wana (ta) hutan
wanara (ta) kera
wanadri (ta) hutan rimba
wanci (ta) waktu
wanda (ta) suku kata
wanda (ta) badan
wandé; wandé (ta) warung
wandu (ts) banci
wangi (ts) harum
wangsit (ta) wahyu
wangun (ta) bentuk
wangwung (ta) kumbang
wani (ts) berani
wanita (ta) wanita
wanodya (ta) wanita
wanti-wanti (tk) berpesan dengan sangat
wanuh (tk) tahu, kenal
waos (ta) gigi
waos (tk) baca
wara-wara (ta) pengumuman
warah (tk) tunjuk/ajar
warak (ta) badak
warangan (ta) racun (biasanya dipakai untuk melumuri keris)
waranggana (ta) penyanyi (dengan iringan gamelan)
warangka (ta) kerangka, sarung keris
waras (ts) sehat
wareg (ts) kenyang
warèng (tg) keturunan ke 5
warga (ta) warga
wargi; wargi (ta) warga
warih (ta) banyu
waris (ta) waris
waringuten (tkr) kewalahan
warna (ta) warna
warok (ta) orang berilmu (daerah Madiun, Ponorogo, Tenggalek dan sekitarnya)
warsa (ta) tahun
warta (ta) berita
warung (ta) warung
wasis (ta) pandai
waskitha (ts) waspada
waspa (ta) air mata
waspada (ts) waspada
wastani (tk) kira, sangka; namakan, sebut
wastra (ta) laut
watak (ta) watak
watara (tkr) kira-kira
watek (ta) watak
wates (ta) batas
waton (tkr) asal-asalan; asalkan
watu (ta) batu
wau (tg) tadi
wawacan (ta) bacaan
wawansabda (tk) bercakap-cakap
wawas (tk) pikir, timbang
wawasan (ta) pikiran, pertimbangan
wayah (ta) masa/waktu
wayah (ta) cucu
wayang (ta) wayang
wayu (ts) basi
wayuh (tk) diduakan (oleh suami)
wé (ta) air
wédang (ta) minuman hangat
wédang (ta) air matang
wedhak (ta) bedak
wedhar (tk) urai, bahas
wedhi (ta) pasir
wedi (ts) takut
wedhon (t hantu sawah
wédhok (ts) perempuan
wedus (ta) kambing
wegah (ts) enggan
wekas (ta) pesan
wekasan (ta) akhir
wekdal; wekdal (ta) waktu
wektu (ta) waktu
welas (ta, tk) rasa kasihan; merasa kasihan
welèh (tk) balasan setimpal
weling (ta) ular belang
weling (ta) pesan
wenang (ts) berwenang, berhak
wengku (tk) memangku, menikahi (pria menikahi wanita)
wening (ts) bening
wengi (tkr, tkr) malam
wentis (ta) betis
werdi (ta) arti
werna (ta) warna, jenis
weruh (tk) nampak, tahu
wesi (ta) besi
wèt (ta) hukum
wetah ; wetah (ts) utuh
wétan (tg) timur
weteng (ta) perut
weton (ta) hari kelahiran
wetu (tk) keluar
wewaler (ta) pantangan
wéwé (ta) hantu perempuan
wèwèh (tk) memberi
wewengkon (ta) daerah kekuasaan, wilayah
widada (ts) selamat
widadara/i (ta) bidadari laki-laki/perempuan
wigati (ts) penting
wiji (ta) biji; benih
wijik (tk) mencuci tangan
wilang (tk) hitung
wilangan (ta) bilangan
wilujeng (tkr) selamat
winarah (tk) terjadi
wingènané (tg) dua hari yang lalu
wingi (tg) kemarin
wingit (ts) angker
wingking; wingking (tkr) belakang
winengku (tk) disunting; diperistri
winisuda (tk) diwisuda
winih (ta) benih
wirama (ta) irama
wirang (ts) malu
wirid (ta) kata atau kalimat pujian kepada Allah yang dibaca berulang-ulang
wiridan (ta) pembacaan wirid
wiring galih (ta) hitam (ayam jago)
wiron (ta) bagian dari kain panjang yang dilipat memanjang bersusun yang akan
diletakkan di bagian terluar di depan pada saat kain panjang dikenakan
wiru (tk) melipat bagian tepi kain panjang menjadi lipatan-lipatan kecil
memanjang bersusun
wis (tkr) sudah
wisa (ta) bisa, racun
wisik (ta) bisikan, wahyu
wisma (ta) rumah
wisuh (tk) basuh tangan/kaki
wisuda (tk) wisuda
wit (ta) pohon
witikna (tpy) salah sendiri; mengapa pula
wiwit (tk) mulai
wondéné (tpy) sedangkan
wong (ta) orang
wos (ta) arti
wos; wos (ta) beras
wot (ta) jembatan
wrangka (ta) sarung keris
wré (ta) kera
wréda (ta) yua
wucal; wucal ajar
wuda (tkr) telanjang
wudhar (tk) terurai
wudun (ta) bisul
wukir (ta) gunung
wulang ajar
wulu (ta) bulu
wulung (ta) elang
wulung (ts) ungu tua
wungkuk (ts) bongkok
wungu (ts) ungu
wungu: wungu (tk) bangun
wuninga (ts) tahu
wuri (tkr) belakang
wuruk (tk) tunjuk/ajar
wurung (tkr) batal
wus (tkr) sudah
wusana akhir, kejadian
wuta (ts) buta
wutah (tk) tumpah
wutuh (ts) utuh
wuwung (ta) bubungan atap
wuwuh (tk) tambah
wuwus (ta) bicara, kata-kata
wuyung (ts) kasmaran
Y
yasa (tk) membuat
yamadipati (tg) dewa kematian
yayah (ta) ayah
yuyu (ta) kepiting sungai
yayi (tg) adik
yèn (tpy) bila, jika
yuta (tw) juta
yuswa (ta) umur
yekti (ts) sungguh; benar
yuwana (ts) selamat
yaksa (ta) raksasa
yatra (ta) uang
ALANG ALANG KUMITIR
Subscribe to:
Posts (Atom)